Pertani dan SHS Masa Kini


Begini.  PT Sang Hyang Sri ( SHS ) dan PT Pertani adalah perusahaan tua. Usia mereka tidak jauh dengan usia republik ini. Para pendahulu kita membentuk dua perusahaan itu dengan maksud agar menjadi jagoan dalam hal produksi benih dan distribusi pupuk serta berdagang gabah.
Bahkan di awal pemerintahan Pak Harto kedua perusahaan ini didukung habis2an seiring program peningkatan produksi pangan. Maka jangan heran kedua perusahaan dhuafa ini memiliki asset gudang dan tanah di hampir semua kabupaten/kota di seantero republik.
Pada zaman itu gerakan peningkatan produksi pangan, padi, jagung, kedelai (pajale) dan gula sangat massive san terorganisir secara baik. Berbekal kontrol politik yg kuat, semua program berjalan mulus. 
Saat itu Pak Harto mematok standard tinggi dalam hal pencapaian program pangan. Seluruh rakyat “dipaksa” hapal yg namanya Repelita meskipun tak paham. Anak sekolah SD pun hapal urutan repelita I sampai ke V. Goalnya swasembada pangan. Tercapai th 1985.
Kembali ke makhluk yg namanya PT SHS dan PT Pertani. Ketika itu Pak Harto paham bahwa SDM bidang pertanian sangat lemah. Sementara mengubah petani butuh effort besar dan pendekatan khusus. Maka dibentuklah yg namanya perugas penyuluh lapangan ( PPL ).

Fungsi PPL ini ganda. Edukasi program, teknik budidaya sekaligus penggalangan politik. Dalam hal ini Pak Harto memang waskita. Pinter luar biasa. Hasilnya ya begitulah hahah. Semua orang menjadi Golkar.
Berhimpit program prmbangunan dan politik, PT SHS dan Pertani, termasuk juga industri pupuk hidup makmur dimanjakan oleh pemerintah dengan uang APBN dan utang bank dunia yg nyaris tanpa kontrol.
Ketika itu SHS tugasnya menyediakan benih padi, Pertani mendistribusikan pupuk. Maka SSHS memiliki lahan ribuan hektar untuk produksi benih padi. Di Sukamandi, Jawa Barat ada 6000 an ha dlm satu hamparan. Banyak lagi di daerah lain.
Tahun demi tahun berjalan, kemampuan SHS tidak bertambah karena problem SDM. Zaman dulu banyak pegawai negeri dari kementan ditugaskan bekerja di SHS dan Pertani. Maka tak perlu heran mental pegawai kedua bumn itu bukan mental pegawai perusahaan yg harus bertarung di pasar.
Kebijakan memanjakan BUMN terus berlangsung. Program bantuan benih dan pupuk dari apbn terus berlangsung. SHS mulai kalah dgn swasta yg mempeoduksi benih. SHS akhirnya menjadi perusahaan pedagang faktur. Pun demikian dengan Pertani.
Dagang faktur? Ya. Proyek apbn pengadaan benih dan pupuk, tunjuk langsung kepada SHS dan Pertani. Keduanya tak mampu produksi. Enakan beli ke swasta pakai karung cap SHS/Pertani. Tanpa modal, tukar faktur jadi uang.
Karena kondisi SHS dan Pertani dhuafa, maka direksi harus melobi kementan, kemenkeu dan DPR.  Untuk apa? Agar program bantuan kepada petani tetap berjalan dan penugasan  diberikan kepada kedua perusahaan itu. Ini semua tidak gratis. Ado pitih. Onok duite. Ada cisss.

Maka “wilayah kerja” direksi lebih banyak di lapangan golf dan hotel. Menjami para pengambil keputusan baik program maupun anggaran. Tapi kan mereka termasuk cah tipis. Perusahaan tipis. Dari mana uangnya? Hehehe ya dari swasta yg akan ditunjuk sebagai pemasok benih/pupuk.
Semua happy. SHS dan Pertani ada omzet sesuai RKAP. Tapi margin sangat kecil karena hanya berdagang faktur. Tidak punya kompetensi. Begitu ekonomi lesu, program bantuan berkurang, sekarat. Gajian pun tak mampu.
Maka jangan heran banyak asset SHS dan Pertani dikerjasamakan atau disewa swasta. Hanya sekedar untuk bayar gaji dan bunga hutang. Saat ini rasanya tak ada bank yg mau memberi hutangan kepada perusahaan ini.
Belakangan heboh dengan apa yg disebut BUMN klaster pangan. Saya menduga tak seindah proposanya menteri bumn kepada presiden. Di lingkungan BUMN pangan secara keseluruhan, termasuk RNI, Berdikari, Perindo, Perinus dan semua keluarganya itu problem utamanya adalah kapasitas.
Semua BUMN pangan ini tdk pernah bertarung. Mereka badan gemuk kebanyakan karyawan. Pun malas berpikir. Tiba2 terkejut industri benih swasta menguasai pasar. SHS dan Pertani tak punya satupun produk yg merknya dikenal petani.
Terus karena ada heboh politik akibat isu impor beras, tiba2 Pertani mau cari panggung sebagai offtaker gabah petani. Itu hil yang mustahal. Tangeh lamun. Hora mungkin. Siapa yg mau ngutangi Pertani?
Paling akan terulang lagu lama. Belanja gabah ditalangi swasta, digiling di pabrik Pertani, baku atur tukar faktur. Tetap saja secara bisnis Pertani akan kalah. Apalagi, menurut berita yg saya baca, Pertani akan belanja diatas HPP. Artinya harga komersil di pasar.












Tidak ada komentar: