chapter 1 linguistik



CHAPTER I
INTRODUCTION
PERKENALAN

A.   The Nature of Language
A.   Sifat Bahasa
As human beings, we all learn to speak at least one language – the language which we hear as we grow up – unless we are abnormal. Because of this common ability, we tend to take this precious possession of language very much for granted. If we ask the man in the street what language is, he might say, “Oh, it is what we use in communication”, or “It is made up of sounds when we speak”, or “It is made of words that refer to things”, or “It is made up of sentences that convey meaning”. Each of these statements contains a part of truth, but as language teachers, our curiosity about language, the subject we teach, cannot be satisfied by such vague general statements or bits of unrelated information. Yes, language is used for communication, and it is made up of sounds. But what kinds of sounds and how are the sounds related to the words, the words to the sentences, and the sentences to each other? We are interested in relationships, because when we begin to see those relationships, we can understand how a language works.
Sebagai manusia, kita belajar untuk berbicara setidaknya satu bahasa - bahasa yang kita dengar saat kita tumbuh dewasa – kecuali apabila kita tidak normal. Karena kemampuan umum ini, kita cenderung untuk mengambil kepemilikan kita terhadap bahasa tanpa dipertimbangkan lagi. Jika kita bertanya pada orang di jalanan apa arti bahasa, dia mungkin berkata, “Oh, bahasa adalah alat komunikasi”, atau “Bahasa tersusun dari suara ketika kita berbicara”, atau "Bahasa terdiri dari kata-kata yang menunjuk pada suatu hal”, atau “Bahasa terdiri dari kalimat-kalimat yang mengandung makna.” Masing-masing pernyataan tersebut merupakan bagian dari kebenaran, tetapi sebagai guru bahasa, rasa penasaran kita tentang bahasa, sebagai subjek yang kita ajarkan, tidak dapat dipuaskan hanya dengan pernyataan umum yang tidak jelas atau oleh sedikit informasi yang tidak berhubungan. Ya, bahasa digunakan untuk komunikasi, dan disusun oleh bunyi. Tapi oleh jenis bunyi seperti apa dan bagaimana suara yang berhubungan dengan kata-kata, kata-kata dengan kalimat, dan kalimat yang satu dengan yang lainnya? Kita tertarik dalam hubungan, karena ketika kita mulai memberikan pandangan mengenai hubungan ini, kita dapat memahami bagaimana sebuah bahasa bekerja.
One of the first things we notice about these relationships is that they are systematic. For example, when we think of language as made up of sounds, we soon find out that only certain sounds occur in any one language and that these occur in certain regular, predictable patterns. In English, for instance, when a name for a new shampoo was coined, Prell was possible but not Srell, because the cluster sr does not occur in the language. Language is a highly organized system in which each unit plays an important part which is related to other parts.
Salah satu hal pertama yang kita perhatikan tentang hubungan adalah bahwa bahasa tersusun secara sistematis. Misalnya, ketika kita berpikir bahwa bahasa disusun oleh suara, maka kita segera mengetahui bahwa hanya ada suara-suara tertentu terjadi dalam suatu bahasa dan bahwa hal ini terjadi dalam beberapa pola teratur yang dapat diprediksi. Dalam bahasa Inggris, misalnya, ketika sebuah nama untuk sampo diciptakan, nama Prell bisa saja digunakan tetapi tidak dengan Srell, karena klaster sr tidak terjadi dalam bahasa tersebut. Bahasa adalah sistem yang sangat terorganisir di mana setiap unit memainkan bagian penting yang terkait dengan bagian lain.
In the above paragraphs, I have slid almost unconsciously from talking about language in general to “any one language”. The assumption is that particular languages (Bahasa Malaysia, Chinese, English, Tagalog, Vietnamese, etc.) are specific instances of something more general than we can refer to as “language”. This implies that all human languages have certain features in common. One feature we have noted above is that language is a system. Another such a feature is that every language has a dual structure. This means that in all human languages, there are two levels of structure systematic relationships. In other words, each language is a system consisting of two subsystems. One is the subsystem of meaningful units. The other is the subsystem of sounds, which have no meaning in themselves but which form the meaningful units. Notice that language is speech: it is a system of sounds related to a system of meanings.
Dalam paragraf di atas, saya hampir tidak sadar mengatakan dari bahasa secara umum ke “salah satu bahasa”. Asumsinya adalah bahwa bahasa tertentu (bahasa Malaysia, Cina, Inggris, Tagalog, Vietnam, dll) adalah contoh spesifik dari sesuatu yang lebih umum yang dapat kita sebut sebagai “bahasa”. Ini berarti bahwa semua bahasa manusia memiliki karakter tertentu yang sama. Salah satu karakter yang telah disebutkan di atas adalah bahasa memiliki struktur ganda. Ini berarti bahwa dalam semua bahasa manusia, ada dua tingkat struktur hubungan sistematis. Dengan kata lain, setiap bahasa adalah sistem yang terdiri dari dua subsistem. Subsitem pertama adalah unti yang mengandung makna. Subsistem lainnya adalah suara, yang tidak memiliki arti tersendiri tetapi membentuk unit penuh makna. Melihat bahwa bahasa adalah perkataan, maka bahasa adalah sistem suara yang terkait dengan sistem makna.
Another feature of human languages is that it is productive or creative. This refers to the ability of native speakers to understand and produce any number of sentences (which they have never heard before) in their mother language.
Karakteristik lain dari bahasa manusia adalah bahwa bahasa itu bersifat produktif atau kreatif. Hal ini mengacu pada kemampuan penutur asli untuk memahami dan menghasilkan sejumlah kalimat (yang belum pernah mereka dengar sebelumnya) dalam bahasa ibu mereka.
An important characteristic of language is recursion. This means sentences may be produced with other sentences inside them. This may be done, for example, by relativisation (the use of relative clauses): This is the boy that found the dog that chased the cat that . . . Another example of the process of recursion is conjunction (use of coordinating conjunctions): Cheng went into the shop, (and he) asked for the manager, (and he) made a complaint, (and he) . . .
Karakteristik penting dari bahasa adalah rekursi. Ini berarti kalimat dapat dihasilkan dengan kalimat lain di dalamnya. Hal ini bisa saja dilakukan, misalnya dengan relativitas (penggunaan klausa relatif): Ini adalah anak laki-laki yang menemukan anjing yang mengejar kucing yang ... Contoh lain dari proses rekursi adalah kata hubung (penggunaan koordinasi kata hubung): Cheng pergi ke toko, (dan dia) meminta manajer, (dan dia) membuat pengaduan, (dan dia) ...
Also, language is arbitrary. The relation between a word and its meaning is a matter of convention: the animal called dog in English is called anjing in Malay and aso in Pilipino. That is, there is no necessary connection between the sounds people use and the objects to which these sounds refer. Also, we cannot tell before hand that the adjective occurs before the noun in English but after the noun in Vietnamese and Bahasa Malaysia, if we are unfamiliar with these languages. Words have the meaning they do and occur in the order they do, just because the native speakers of the language agree to accept them as such.
Juga, bahasa bersifat manasuka. Hubungan antara kata dan maknanya adalah masalah konvensi: binatang yang disebut anjing dalam bahasa Inggris disebut anjing dalam bahasa Melayu dan aso dalam bahasa Filipina. Artinya, tidak ada penghubung yang diperlukan antara pengguna suara dan objek yang dirujuk oleh suara ini. Juga, kita tidak bisa mengatakan bahwa kata sifat terjadi sebelum kata benda dalam bahasa Inggris tapi setelah kata benda dalam bahasa Vietnam dan bahasa Malaysia, jika kita tidak terbiasa dengan bahasa-bahasa ini. Kata-kata memiliki makna yang mereka lakukan dan terjadi dalam urutan yang mereka lakukan, hanya karena penutur asli bahasa setuju untuk menerimanya seperti itu.
Language is a social phenomenon. It is a means of communication between individuals. It also brings them into relationship with their environment. Language is therefore socially learned behavior, a skill that is acquired as we grow up in society.
Bahasa adalah fenomena sosial. Ini berarti adalah sarana komunikasi antara individu. Hal ini juga membawa mereka ke dalam hubungan dengan lingkungan mereka. Oleh karena itu, bahasa adalah kebiasaan sosial yang dipelajari, sebuah keterampilan yang diperoleh ketika kita tumbuh dewasa dalam masyarakat.
All the languages are equally complex. Each language is part of the culture that produces it and is adequate for the needs of the people who use it. Any language, therefore, is as good as any other in that it serves the purposes of the particular culture. Words may be created or borrowed as the need arises. No language is intrinsically better or worse than any other.
Semua bahasa sama-sama kompleks. Setiap bahasa adalah bagian dari budaya yang menghasilkannya dan memadai untuk kebutuhan orang-orang yang menggunakannya. Bahasa apapun, oleh karenanya, adalah sama baiknya dengan bahasa yang lain karena bahasa melayani tujuan dari budaya tertentu. Kata- kata dapat diciptakan atau dipinjam sesuai kebutuhan. Tidak ada bahasa yang secara intrinsik lebih baik atau lebih buruk dari yang lain.
How does human language differ from animal language? Animals too communicate with one another. They bark, rattle, hoot, bleat, etc., and to some extent, these noises serve the same purposes as human language. One difference is that the animal system of communication can produce only a limited number of messages and animal cannot produce new combinations of noises to meet the needs of new situations, as human beings can. Also, no animal system of communication makes use of the dual structure of sound and meaning with its complex relationship that we study as grammar. Another important difference is that animal systems are genetically transmitted. That is, animals are born with the capacity to make only those calls and send those messages peculiar to their species, no matter where they are found. For example, a kitten growing up among puppies does not learn to bark. Human language, on the other hand, has to be learned anew by each speaker and is culturally transmitted, i.e. each speaker learns the language to which he is exposed, not necessarily the language of his parents. For example, a Vietnamese infant growing up in an American family will speak English, not Vietnamese.
Bagaimana bahasa manusia berbeda dari bahasa hewan? Hewan juga berkomunikasi satu sama lain. Mereka menggonggong, menderik, mendesis, mengembik, dan pada tingkat lainnya, suara-suara ini melayani tujuan yang sama sebagai bahasa manusia. Perbedaannya adalah bahwa sistem komunikasi hewan hanya dapat menghasilkan sejumlah pesan dan hewan tidak dapat menghasilkan kombinasi baru dari suara untuk memenuhi kebutuhan situasi baru, seperti yang manusia bisa lakukan. Perbedaan penting lainnya adalah bahwa bahasa hewan ditransmisikan secara genetis. Artinya, hewan dilahirkan dengan kemampuan untuk membuat hanya panggilan dan mengirim pesan-pesan khas kepada spesies mereka, tidak peduli di mana mereka ditemukan. Misalnya, anak kucing tumbuh di antara anak-anak anjing, maka anak kucing itu tidak belajar untuk menggonggong. Bahasa manusia, di sisi lain, harus dipelajari dari awal oleh setiap penutur dan ditransmisikan melalui budaya, yaitu masing-masing penutur belajar bahasa yang dia kuasai, tetapi belum tentu bahasa orang tuanya. Misalnya bayi keturunan Vietnam tumbuh di sebuah keluarga Amerika akan berbicara bahasa Inggris, bukan Vietnam.

B.   Linguistics and Language Teaching
B.   Linguistik dan Pengajaran Bahasa
Linguistics may be defined as the scientific study of language. Like any other scientific study, language analysis is done systematically within the framework of some general theory of language structure. The linguist tries to verify the theory by making objective observations of actual language data and modifies the theory in the light of what he perceives to be the patterns or regularities underlying the data. The description of language that emerges depends on the theoretical framework that the linguist started with. Hence, we have different “schools” of linguistics.
Linguistik bisa jadi didefinisikan sebagai studi ilmiah suatu bahasa. Seperti studi ilmiah yang lainnya, analisis bahasa ditata secara sistematis dalam kerangka dari beberapa teori umum struktur bahasa. Para ahli bahasa mencoba untuk mengukuhkan teori tersebut dengan cara membuat pengamatan objektif data bahasa yang sebenarnya dan memodifikasi teori dari apa yang dia sadari sebagai pola atau keteraturan yang mendasari data tersebut. Pendeskripsian bahasa yang muncul bergantung pada kerangka teoritis yang dimulai oleh para ahli bahasa. Karenanya, kita memiliki sekolah linguistik yang berbeda.
Is linguistics a creation of the twentieth century? Why didn’t language teachers hear much of the importance of linguistics for language teaching until the last 30 years or so? The answer to the first question is “Yes” and “No”. When linguistics is mentioned in the context of language teaching, it is represented as a development of our own time, but the word “linguistics” was first used in England in 1837, and the study of language has a very long story. Also, linguistics scholars like Henry Sweet and Otto Jespersen have tried to infuse the findings of linguistics into language teaching for nearly a hundred years. The modern study of language has its roots in antiquity. Grammatical concepts that we take for granted, such as the part of speech, the division of noun and verb, for example, go back to the Greeks and Romans.
Apakah linguistik merupakan ciptaan dari abad ke dua puluh? Mengapa tidak guru bahasa mendengar banyak tentang pentingnya linguistik untuk pengajaran bahasa hingga 30 tahun terakhir atau lebih? Jawaban bagi pertanyaan pertama adalah “Ya” dan “Tidak”. Ketika linguistik disebutkan dalam konteks pengajaran bahasa, linguistik diwakili sebagai perkembangan zaman kita sendiri, tetapi kata “linguistik” sendiri pertama digunakan di Inggris pada tahun 1837, dan studi bahasa memiliki sejarah yang panjang. Selain itu, cendekiawan linguistik seperti Henry Sweet dan Otto Jespersen telah mencoba untuk menanamkan temuan linguistik ke dalam pengajaran bahasa selama hampir seratus tahun. Studi modern mengenai bahasa berakar pada zaman kuno. Konsep tata bahasa yang kita terima begitu saja, seperti pembagian kata, pembagian kata benda dan kata kerja, sebagai contohnya, merujuk pada masa Yunani dan Romawi.
The kind of grammar commonly taught in school before the coming of modern linguistics is called traditional grammar (or “school grammar”). A major weakness of this grammar is that it is inconsistent in the criteria used for defining the parts of speech. For example, a noun is the name of a person, place, thing, or quality (meaning criterion) but an adjective modifies a noun (function criterion). This mixing up of criteria will soon get one into difficulties when one tries to classify red in the following sentence: The red dress is torn. Red is the name of a color and it also modifies the noun dress. Which criterion does one use? Is it a noun or an adjective? Another stricture against traditional grammar is that its approach to sentence analysis does not give one any better idea of sentence structure. i.e. the way a language works. The subject of a sentence is defined as the doer of the action and the object as the receiver of the action. One therefore analyses the sentence: Devi sweeps the floor by simply labeling Devi the subject and the floor the object, since one knows from the meaning of the sentence that Devi is the doer of the action and the floor receives the action. However, this labeling process can lead one into difficulties when the sentence is: The floor is swept by Devi. Going by the above definitions, Devi would still have to be labeled the subject although floor is now the grammatical subject of the sentence. Another characteristic of traditional grammar is that it is normative or prescriptive. That is, it tells us how the language ought to be used, instead of describing how it actually used. For example, there is a “rule” which says we should use shall after the first person and will after the second and third person, though native speakers use them interchangeably.
Jenis tata bahasa yang biasa diajarkan di sekolah sebelum kedatangan linguistik modern disebut sebagai tata bahasa tradisional (atau “tata bahasa sekolah”). Kelemahan utama dari tata bahasa ini adalah tidak konsistennya kriteria yang digunakan untuk menentukan pembagian kata. Sebagai contoh, kata benda adalah nama seseorang, tempat, benda, atau kualitas (kriterian makna) sedangkan kata sifat memodifikasi kata benda (kriteria fungsi). Pencampuran kriteria ini akan menempatkan seseorang ke dalam kesulitan ketika mencoba untuk menggolongkan red dalam kalimat berikut: The red dress is torn. Red adalah nama warna dan juga memodifikasi kata benda dress. Kriteria mana yang orang harus gunakan? Apakah kata benda atau kata sifat? Penyempitan lain yang bertolak belakang dengan tata bahasa tradisional adalah pendekatannya ke dalam analisis kalimat tidak memberikan gagasan struktur kalimat yang lebih baik, yaitu cara sebuah bahasa bekerja. Subjek kalimat didefinisikan sebagai pelaku tindakan dan objek sebagai penerima tindakan. Seseorang oleh karenanya menganalisis kalimat: Devi sweeps the floor dengan cara menamakan Devi sebagai subjek dan the floor sebagai objek karena orang itu mengetahui makna kalimat bahwa Devi adalah pelaku tindakan dan the floor sebagai penerima tindakan. Namun, proses penandaan ini bisa menuntun seseorang ke dalam kesulitan ketika kalimatnya seperti: The floor is swept by Devi. Berdasarkan definisi di atas, Devi masih bisa disebut sebagai subjek meskipun floor secara gramatikal merupakan subjek kalimat. Karakteristik lain dari tata bahasa tradisional adalah tata bahasa tradisional bersifat normatif atau preskriptif. Artinya, hal itu memberitahu kita bagaimana bahasa seharusnya digunakan, bukannya menggambarkan bagaimana bahasa sebenarnya digunakan. Sebagai contoh, ada sebuah “aturan” yang mengatakan kita harus menggunakan shall setelah orang pertama dan will setelah orang kedua dan ketiga, meskipun penutur asli menggunakannya secara bergantian.
When structural linguistic analysis came on the scene of language teaching, traditional grammar was condemned, although it still lingers on in some of our schools.
Ketika analisis struktural linguistik datang dalam pengajaran bahasa, tata bahasa tradisional dinyatakan tidak layak, meskipun masih digunakan di beberapa sekolah kita.
When and how did linguistics begin to make an impact on language teaching? It is not possible to make a general statement that will be applicable to all the countries concerned because of differences in educational systems. In Western Europe, there were attempts to make language teaching reforms in the last decade of the nineteenth century by people like Henry Sweet and Otto Jespersen. What the latter recommended in 1904 in How to Teach a Foreign Language was not very different from what Bloomfield advocated in 1942 in his Outline Guide for the Practical Study of Foreign Languages, which had a great influence on language teaching in America in and after the Second World War.
Kapan dan bagaimana linguistik mulai berpengaruh pada pengajaran bahasa? Hal ini tidak mungkin untuk membuat pernyataan umum yang akan berlaku ke semua negara yang bersangkutan karena perbedaan dalam sistem pendidikan. Di Eropa Barat, pernah ada upaya untuk melakukan reformasi dalam pengajaran bahasa di dekade terakhir pada abad ke sembilan belas oleh orang-orang seperti Henry Sweet dan Otto Jespersen. Apa yang terakhir direkomendasikan pada tahun 1904 dalam How to Teach a Foreign Language tidak jauh berbeda dari apa yang Bloomfied anjurkan pada tahun 1942 dalam Outline Guide for the Practical Study of Foreign Languages karangannya, yang memberi pengaruh besar dalam pengajaran bahasa di Amerika ketika Perang Dunia Kedua dan setelahnya.
In the United States of America, linguistics came into language teaching only at the beginning of the Second World War. Before that time, in the twenties and thirties, not too many people were interested in foreign language learning.  However, this indifferent attitude to foreign languages was changed when war broke out and America was involved. It was then realized that Americans would soon be scattered over the globe and many would need an effective speaking knowledge of other languages for some of which there were no textbooks.
Di Amerika Serikat, linguistik datang dalam pengajaran bahasa hanya pada awal Perang Dunia Kedua. Sebelumnya, selama dua puluh dan tiga puluh tahun, tidak terlalu banyak orang yang tertarik dalam belajar bahasa asing. Namun, sikap acuh tak acuh terhadap bahasa asing ini berubah ketika perang dimulai dan Amerika ikut terlibat. Kemudian tersadari bahwa orang Amerika akan segera tersebar di seluruh dunia dan banyak orang akan memerlukan pengetahuan berbahasa efektif dari bahasa lain karena beberapa di antaranya tidak ada buku pelajaran.
It was at this point that the help of linguistics was sought. They were asked to produce teaching materials and to advise on methods of language learning. It was then that Bloomfield produced the Outline Guide mentioned above and that Block and Trager produced their Outline of Linguistic Analysis. Both volumes came out in 1942 and from then onwards, American experts in linguistics have been increasingly involved in the shaping of teaching policy in the USA.
Pada saat itulah bantuan akan linguistik dicari. Mereka diminta untuk membuat bahan ajar dan memberi nasihat tentang motode pembelajaran bahasa. Saat itulah Bloomfield membuat Outline Guide yang telah disebutkan di atas dan Block dan Trager juga membuat Outline of Linguistic Analysis. Kedua jilid tersebut diproduksi pada tahun 1942 dan sejak saat itu, pakar linguistik Amerika semakin terlibat dalam penyusunan kebijakan mengajar di Amerika Serikat.
The leading linguists who were called to the aid of language teaching had not been trained as language teachers, but had studied out-of-the-way languages, mainly American Indian languages. These structural linguists broke away from the old ways of looking at languages and language teaching. They stated that the old methods taught very little about language and what little was taught was wrong. From their experiences in analyzing unknown languages, they declared that the best way to learn a language was to imitate a native speaker of the language and to have several hours of practice a day with his help. There must be structural analysis of the language to form the basis for graded material. The emphasis was on a practical speaking knowledge.
Para pakar bahasa terkemuka yang dipanggil untuk bantuan pengajaran bahasa belum dilatih sebagai guru bahasa, tetapi telah mempelajari di luar jalan bahasa, terutama bahasa Amerika Indian. Pakar bahasa struktural ini melepaskan diri dari cara-cara lama dalam memandang bahasa dan pengajaran bahasa. Mereka menyatakan bahwa cara lama mengajarkan sedikit hal tentang bahasa dan apa yang diajarkan adalah salah. Dari pengalaman mereka dalam menganalisis bahasa yang tidak diketahui, mereka menyatakan bahwa cara terbaik untuk mempelajari sebuah bahasa adalah dengan meniru penutur asli bahasa tersebut dan berlatih beberapa jam per hari dengan bantuan mereka. Pasti ada analisis struktur bahasa untuk membentuk dasar sebagai materi berkualitas. Penekanannya adalah pada pengetahuan berbahasa praktis.
These techniques were used in the intensive language courses for army personnel. After the war, their application to language courses in schools and colleges developed into what is knows as the audio-lingual method (ALM) or New Key. The first English textbook based on structural linguistics was Paul Roberts’s Patterns of English (1956). Lado’s Linguistics Across Cultures (1957) added contrastive analysis to the New Key. Lado’s theory is that the difficulties for the language learner can be predicted from a comparison of the differences between the foreign language and the learner’s mother tongue.
Tekhnik ini digunakan dalam kursus bahasa intensif bagi personil militer. Setelah perang, lamaran mereka dalam program bahasa di sekolah dan perguruan tinggi berkembang menjadi apa yang diketahui sebagai metode audio-lingual (ALM) atau New Key. Buku pelajaran bahasa Inggris pertama yang berdasarkan linguistik struktural adalah Patterns of English karangan Paul Roberts pada tahun 1956. Linguistics Across Cultures karangan Lado pada tahun 1957 menambahkan analisis perbedaan ke dalam New Key. Teori Lado menyatakan bahwa kesulitan bagi pelajar bahasa bisa diperkirakan dari perbandingan perbedaan antara bahasa asing dan bahasa ibu pelajar.
The audio-lingual method flourished in the fifties and sixties, but there are now doubts about the effectiveness of the method. There are two main reasons for this. The first is that experiments comparing the audio-lingual method with the old grammar-translation method have not shown conclusively that one method is better than the other. The second is the coming of transformational-generative grammar (TG for short) which opposes the view of language learning as a matter of mechanical imitation and repetition.
Metode audio-lingual berkembang di tahun lima puluhan dan enam puluhan, tetapi sekarang ada keraguan mengenai efektivitas dari metode tersebut. Ada dua alasan utama untuk ini. Yang pertama adalah bahwa percobaan membandingkan metode audio-lingual dengan metode grammar-translation tidak menunjukkan secara meyakinkan bahwa satu metode lebih baik dari yang lainnya. Yang kedua adalah kedatangan tata bahasa generatif-transformasi (disingkat TG) yang menentang pandangan pembelajaran bahasa sebagai masalah peniruan mekanis dan pengulangan.

C.   The Relevance of Linguistics
C.   Perlunya Linguistik
If we look for direct applications of linguistics to language teaching, we will be disappointed. I mean we should not bring abstract linguistic descriptions into the classroom. Even if we did and the pupils enjoyed analyzing sentences according to the current school of linguistics, it would not increase their proficiency in the language. The fundamental reason is that the aims in linguistics are quite different from the aims in language teaching. Linguists want to find out how a language works and to describe this in the best way possible. Language teachers, on the other hand, want to enable their pupils to use language in communication.
            Jika kita mencari penerapan langsung dari linguistik pada pembelajaran bahasa, kita akan kecewa. Saya pikir kita sebaiknya tidak membawa deskripsi yang abstrak ke dalam kelas. Sekalipun jika kita melakukannya dan para siswa menikmati penganalisaan kalimat berdasarkan pada sekolah linguistik saat ini, ini tidak akan meningkatkan kemampuan berbahasa mereka. Alasan pokoknya adalah tujuan dalam linguistik sungguh berbeda dari tujuan pengajaran bahasa. Para ahli bahasa ingin menemukan bagaimana bahasa bekerja dan menggambarkan hal ini ke dalam cara tepat yang mungkin terbaik. Para guru bahasa, di sisi lain, menginginkan para siswa untuk menggunakan bahasa dalam komunikasi.
When we say linguistics is relevant to language teaching, we do not mean that linguistics can solve all the problems of language teachers. The language teaching profession today has become more and more complex, and it has three main strands: 1) theoretical contributions from linguistics, psychology, and social theory, 2) methodology and teaching techniques, 3) aids and equipment. As we can see, linguistics forms only a part of it. Let us try to clarify what linguistics can and cannot do. Can it tell the teacher how a language learned? No. Can it tell her what factors affect language learning? No. Can it tell her what methods to use in language teaching? No. Can it tell her what aids or equipment will be most effective? No. The teacher will be more likely to find the answers to the above questions in the realm of psychology, pedagogy, and sociology. What then, is the role of linguistics in language teaching?
            Ketika kita mengatakan linguistik ada sangkut pautnya dalam pengajaran bahasa, kita tidak dapat mengartikan bahwa linguistik bisa memecahkan semua permasalahan guru bahasa. Pada saat ini, profesi pengajar bahasa menjadi lebih dan lebih rumit, dan ada tiga uraian umum mengenai pengajaran bahasa: 1) kontribusi teorikal dari linguistik, psikologi dan teori sosial, 2) metode dan teknik mengajar, 3) bantuan dan peralatan. Seperti yang dapat kita lihat, linguistik hanya terdapat dalam satu bagian, mari kita coba untuk menjelaskan apa yang bisa dilakukan dan tidak bisa dilakukan oleh linguistik. Dapatkah linguistik menjelaskan kepada guru bagaimana sebuah bahasa bekerja? Tidak. Dapatkah linguistik menjelaskan faktor yang mempengaruhi pembelajaran bahasa? Tidak. Dapatkah linguistik menjelaskan metode apa yang digunakan dalam pengajaran bahasa? Tidak. Dapatkah linguistik menjelaskan bantuan dan alat apa yang paling efektif? Tidak. Guru kemungkinan besar akan menemukan jawaban dari pertanyaan di atas dalam bidang psikologi, ilmu pendidikan dan sosiologi. Lalu, apa peran linguistik dalam pengajaran bahasa?
1.        A teacher who has been exposed to linguistics will be more aware of the nature of language and how it works. This is indeed an important contribution to language teaching, because we need to have a better understanding of the subject we teach. Acquaintance with basic linguistic concepts and attitudes can bring valuable insights to all language teachers. Some of these insights are derived from the linguist’s attitude to speech in relation to writing, from the distinction between form and meaning, from the idea of language as structure and the idea that grammatical structure has greatest importance in language learning. This increased awareness of language should make a language teacher more competent in his job, though it is possible to be a good teacher without a knowledge of linguistics.
1.    Guru yang telah diperkenalkan pada linguistik akan lebih mengetahui sifat dasar bahasa dan bagaimana bahasa itu bekerja. Hal itu merupakan kontribusi penting dalam pengajaran bahasa sebab kita ingin bisa lebih mengerti terhadap mata pelajaran yang kita ajarkan. Perkenalan dengan konsep dasar linguistik bisa membawa wawasan yang berharga untuk seluruh pengajaran bahasa. Beberapa wawasan ini diperoleh dari perilaku para ahli bahasa untuk berbicara yang berhubungan dengan penulisan, dari perbedaan antara susunan dan makna, dari maksud bahasa sebagai struktur, dan maksud struktur grammatikal memiliki kepentingan yang besar dalam pembelajaran bahasa. Hal ini meningkatkan kesadaran berbahasa seharusnya membuat guru bahasa lebih kompeten dalam pekerjaannya, walaupun tetaplah memungkinkan untuk menjadi seorang guru yang baik tanpa pengetahuan linguistik.
2.        Linguistics can provide a rigorous description of language to be taught as well as the native language. It is here that linguistics can be more directly applied to language teaching. The more comprehensive, the clearer the description, the more insights it will provide as the basis for the preparation of language teaching materials. A comparison of two languages that highlights areas of difficulty will be particularly helpful to new and inexperienced teachers.
2.    Linguistik dapat melengkapi deskripsi dengan teliti dari bahasa yang diajarkankan sebaik bahasa aslinya. Maksudnya bahwa bahasa dapat langsung diterapkan pada saat pengajaran bahasa. Semakin luas dan jelasnya deskripsi, semakin banyak wawasan itu akan melengkapi dasar untuk persiapan materi pengajaran bahasa. Perbandingan dari dua bahasa dimana kesulitannya menjadi perhatian akan berguna terutama untuk guru baru dan kurang berpengalaman.
3.        Linguistics can be the source of assumptions and has certain implications for language teaching, as the following chapters will show. However, these assumptions and implications cannot be taken at face value. They must be put to the test in actual teaching situations. Teachers also well aware that subject matter is only one of the important ingredients in any teaching situation. The method and the learner are equally important.
3.        Linguistik bisa nmenjadi sumber dari anggapan dan memiliki implikasi tertentu untuk pengajaran bahasa, seperti yang akan ditunjukan dalam bab selanjutnya. Bagaimanapun, asumsi dan penerapan ini tidak dapat diambil begitu saja. Mereka harus menguji cobanya dalam situasi mengajar. Guru juga harus cukup sadar bahwa persoalan mata pelajaran adalah satu-satunya hal yang penting dalam setiap situasi mengajar. Metode pengajaran dan pelajar adalah sama pentingnya.  
It is only fair to warn the teacher who comes to linguistics with high expectations that different ways of describing a language may produce much the same result. Linguistics may use different criteria and different approaches but the central facts of language and the relationships in a language are not changed thereby. The content of language teaching produced by modern linguistic description may not be much different from that produced by a traditional grammar, if the language has been much investigated. A linguistic description of a language that has been little studied previously may produce “new” facts or interests to language teachers. This note of warning is sounded because some linguists are inclined to make exaggerated claims for linguistics and what it can contribute to language teaching. The result of such claims is to make language teachers feel inadequate when they have little knowledge of linguistics or cannot understand the latest development in linguistics. Since linguistics cannot provide answers to the questions posted in this section, and since the content to be taught is little changed by it, language teachers should not shake like a reed in the wind of linguistic fashions. That is to say, language teachers should not think that each new school of linguistics brings in its wake, the right methodology or a new inventory of items to be taught with the best sequence, and that they need to change their teaching strategies accordingly. They should incorporate whatever insights linguistics can offer, of course, but they should hold firmly to their intuitions with regard to the learner and their experience of what has been effective in the classroom.
Ini agaknya cukup untuk memperingatkan para guru yang mempelajari linguistik dengan harapan yang tinggi bahwa cara yang berbeda dalam mengartikan bahasa mungkin akan menghasilkan hasil yang sama. Para ahli bahasa mungkin menggunakan kriteria dan pendekatan yang berbeda tetapi faktor utama bahasa dan hubungannya tidak begitu berubah. Isi dari pembelajaran bahasa dihasilkan oleh deskripsi linguistik modern mungkin tidak banyak berbeda dengan yang dihasilkan oleh linguistik modern mungkin tidak begitu berbeda dari apa yang dihasilkan oleh grammar tradisisonal, jika bahasa telah banyak dipelajari. Deskripsi linguistik dari sebuah bahasa yang telah sedikit dipelajari sebelumnya, mungkin menghasilkan “fakta baru” yang menarik untuk para guru bahasa. Peringatan ini ditetapkan karena beberapa para ahli bahasa cenderung untuk membuat pernyataan yang berlebihan dalam linguistik dan apa yang bisa dikontribusikan untuk pembelajaran bahasa. Hasil pernyataan seperti itu adalah membuat para guru bahasa merasa tidak cukup ketika mereka memilki sedikit pengetahuan linguistik atau tidak mengerti perkembangan terbaru dari linguistik. Sejak linguistik tidak bisa menyediakan jawaban untuk pertanyaan yang diajukan dalam bab ini, dan sejak isi yang diajarkan sedikit berubah, para guru bahasa sebaiknya tidak terkejut oleh gaya linguistik. Maksud saya, bahwa setiap guru bahasa sebaiknya tidak berpikir bahwa setiap sekolah linguistik yang baru membawa pengaruh metode yang benar atau investasi baru untuk diajarkan dalam rangkaian pengajaran terbaik, dan mereka memerlukan perubahan dalam strategi mengajar yang sesuai. Tentu saja mereka sebaiknya menggabungkan semua wawasan linguistik yang dapat diberikan, tapi sebaiknya mereka memegang kuat prinsip mereka dengan memperhatikan kepada para pelajar dan pengalaman mereka mengenai apa yang efektif di dalam kelas.
Rather than follow the current fashion in linguistics or adhering to a particular school of linguistics, the teacher should be eclectic. For one level of aspect of the language she teaches, the analysis or approach of the structural school of linguistics may be most helpful, for another aspect of language the transformational approach may provide a better basis for developing her method of teaching or preparation of materials. (In fact, for some areas one must go outside formal description.) There are good reasons for being eclectic if she understands the basis of the different linguistic approaches. For one thing, pattern practice as a teaching technique existed before structural linguistics, and pupils were asked to transform sentences long before transformational grammar was even thought of. For another, no school of linguistics has as yet, produced a complete description of English or any other language and the linguists cannot agree among themselves about certain fundamental issues or even about how best to analyze some parts of a language within a particular school. The third reason is that the teacher will be in good company, for the linguists themselves are inconsistent (eclectic?). Ney points out that supporters of transformational grammar advocate pattern practice. The last and perhaps best reason is that, as Carroll points out, the psychological bases of the different schools of linguistics in relation to language teaching are not so different as the linguists would like to make out. (Maybe this is why they sometimes seem inconsistent?) To conclude, teachers should make linguists their allies, but not their masters.
Daripada mengikuti perubahan gaya dalam bahasa linguistik atau menganut pada sekolah linguistik tertentu, sebaiknya guru harus bersifat memilih. Untuk satu tingkat atau aspek dari bahasa yang diajarkan, analisa atau tingkat pendekatan struktural sekolah linguistik mungkin lebih berguna, untuk aspek lain dari bahasa datangnya perubahan mungkin memberikan dasar yang lebih baik terhadap perkembangan metode pengajarannya atau persiapan dari materi. (Faktanya, seseorang harus keluar dari deskripsi formal untuk beberapa area). Ada alasan-alasan baik untuk menjadi pemilih jika guru mengerti dasar-dasar perbedaan pendekatan linguistik. Untuk salah satu alasan, pola praktis suatu teknik mengajar ada sebelum linguistik, dan murid diminta untuk mengubah kalimat jauh sebelum perubahan bentuk tata bahasa diajarkan. Alasan lainnya, hingga kini belum ada sekolah linguistik yang memberikan deskripsi mantap dari Bahasa Inggris atau bahasa yang lainnya, dan diantara ahli bahasa tidak menyetujui tentang beberapa dasar pokok persoalan atau bahkan tetntang bagaimana baiknya menganalisa beberapa bagian dari bahasa dalam sebuah sekolah khusus. Alasan ketiga adalah guru akan berada dalam sekolah yang baik, karena para ahli bahasa tidak konsekuen. Ney menjelaskan bahwa pendukung dari perubahan bentuk tata bahasa menganjurkan pola-pola pelatihan. Alasan terakhir dan mungkin alas an terbaik adalah, seperti yang Caroll jelaskan, dasar-dasar psikologi dari perbedaan sekolah linguistik dalam hubungannya dengan pembelajaran bahasa tidak jauh berbeda seperti yang dimengerti oleh para ahli bahasa (mungkinkah ini adalah alasan mengapa mereka tidak konsekuen?) Sebagai kesimpulan, para guru sebaiknya membuat para ahli bahasa sebagai teman mereka, bukan sebagai guru mereka.

Tidak ada komentar: