ASPEK LINGKUNGAN DALAM AMDAL BIDANG PERTAMBANGAN
PUSAT PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN AMDAL BAPEDAL
GEDUNG A BAPEDAL
LANTAI6 JALAN 0 I PANJAITAN
KAV 24
JAKARTA - 13410 -INDONESIA
TELEPON : 62-21-85906168/85904925 FAX 62-21-85906168
E-mail: amdal@bapedal go id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kuasanya buku kecil ini dapat diterbitkan.
Buku ini membahas tentang aspek lingkungan dalam AMDAL bidang pertambangan dan diharapkan
dapat membantu memperkaya khasanah referensi bidang lingkungan,
sekaligus dapat menjadi inspirasi untuk berwacana
lebih lanjut. Substansi buku ini sama sekali bukan merupakan
pedoman atau panduan yang sifatnya mengikat
dan baku.
Buku ini disusun oleh para staf Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL. Oleh karena itu pengalaman praktis mereka menjadi basis substansi buku ini disamping berbagai referensi lainnya.
Kami mengharapkan saran
dan kritik untuk
perbaikan buku ini dimasa datang. Semoga bermanfaat.
Jakarta, September 2001
Kepala Pusat
Pengembangan dan Penerapan AMDAL
M.R. Karliansyah
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
…………………………………………………………………………………………….
Daftar Isi
……………………………………………………………………………………………………..
|
i
ii
|
Daftar
Tabel ……………………………………………………………………………………………….. Daftar Gambar
……………………………………………………………………………………………. Daftar Kotak …………………………………………………………………………………………………
|
iii iv v
|
Pendahuluan ………………………………………………………………………………………………..
|
1
|
Klasifikasi Bahan Tambang
………………………………………………………………………….
|
2
|
Ruang
Lingkup Kegiatan Tambang ………………………………………………………………
|
3
|
Eksplorasi ……………………………………………………………………………………………
|
3
|
Ekstraksi dan Pembuangan Limbah
Batuan ……………………………………….
|
3
|
Pengolahan Bijih dan Operasional Pabrik Pengolahan ……………………..
|
10
|
Penampungan Tailing, Pengolahan dan
Pembuangan ……………………….
|
12
|
Pembangunan Infrastuktur Jalan
Akses dan Pembangkit Energi ………
|
17
|
Pembangunan Pemukiman Karyawan dan Base Camp Pekerja …………
|
18
|
Decomisioning dan Penutupan Tambang …………………………………………..
|
18
|
Analisis
ALternatif………………………………………………………………………………
|
20
|
Aspek Sosial Ekonomi dan Keterlibatan Masyarakat dalam AMDAL ….
|
20
|
Metode Pengelolaan Lingkungan …………………………………………………………………
|
20
|
Tahap Persiapan Penambangan (Mining Development) …………………….
|
21
|
Tahap Penambangan ………………………………………………………………………….
|
22
|
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………………………………………………
|
24
|
DAFAR TABEL
Tabel
1.
|
Frekuensi terjadinya dampak lingkungan dari 66 kegiatan
|
|
|
pertambangan ………………………………………………………………………………….
|
1
|
Tabel 2.
|
Karakteristik Proses
dan Limbah Kegiatan Pertambangan ……………..
|
12
|
Tabel
3.
|
Upaya
Pengelolaan Limbah
Tambang ………………………………………………
|
21
|
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1.
|
Teknik-teknik ekstraksi
bahan
mineral. Teknik yang
digunakan tergantung pada kadar mineral
dan jarak zona meineralisasi
dari permukaan tanah ………………………………………………………………………………………
|
4
|
Gambar
2.
|
Tahapan
penambangan nikel
di INCO…………………………………………………….…
|
5
|
Gambar
3.
|
Tahapan penambangan bijih
terbuka
a)
Gambar
melintang
saat
|
|
|
penambangan
belum
dimulai,
b)
Pengerukan
sudah
mencapai
zona
|
|
|
mineralisasi,
c)
Penambangan
bijih
unstuck
mengambil
mineral,
d)
|
|
|
Penambangan
bijih
terus
berlanjut,
volume
batuan
limbah
yang
|
|
|
diproduksi semakin
besar, e) Kegiatan
penambangan terus berlanjut, f)
Kegiatan penambangan telah mencapai batas
ekonomis ……………………….
|
6
|
Gambar
4.
|
Timbunan limbah batuan di lokasi pertambangan emas PT. Newmont
|
|
|
Minahasa Raya ………………………………………………………………………………………….
|
7
|
Gambar
5.
|
Back Filling Digging Method.
Cara
ini
dapat
diterapkan
terhadap
|
|
|
bermacam-macam endapan
bahan galian yang
dapat mengurangi luas
|
|
|
lahan yang
terkupas serta proses
reklamasi dapat segera
dilaksanakan
di daerah
yang sudah selesai
ditimbun kembali (back
filled areas) ……….
|
8
|
Gambar
6.
|
Modified Area Mining
Method.
Metoda
ini
juga
hanya
cocok
untuk
|
|
|
menambang endapan-endapan bahan galian yang mendatar
atau sedikit
|
|
|
miring,
misalnya
endapan
batubara
dengan
lapisan
tunggal
(single
|
|
|
seam) yang diketemukan di daerah yang relatif datar.
Pelaksanaan
|
|
penambangannya sebenarnya sama
dengan
‘back
filling
digging
method’,
tetapi
luas
daerah
penambangannya
lebih
besar.
Cara
penambangan ini juga dapat mempercepat proses reklamasi
lahan
bekas penambangan …………………………………………………………………………………. 8
|
Gambar 7.
Countour Mining Method. Cara ini hanya terbatas untuk menambang
endapan-endapan bahan galian
yang mendatar atau
sedikit miring
DAFTAR KOTAK
Kotak
1.
|
Isu-isu
Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan ………………………………….
|
2
|
Kotak
2.
|
Proses
Pengolahan Bijih
……………………………………………………………………………
|
11
|
Kotak
3.
|
Faktor-Faktor Pertimbangan di dalam
Menilai Kesesuaian Penampungan
Tailing
……………………………………………………………………………………………………….
|
14
|
Kotak 4.
|
Air Asam
Tambang …………………………………………………………………………………….
|
16
|
ASPEK LINGKUNGAN DALAM
AMDAL BIDANG PERTAMBANGAN
Pendahuluan
Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar pengolahan relatif tidak
berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan pertambangan
telah menyebabkan skala pertambangan semakin membesar.
Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi
lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan
bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting. US-EPA (1995) telah melakukan
studi tentang pengaruh kegiatan pertambangan terhadap
kerusakan lingkungan dan kesehatan
manusia pada 66 kegiatan pertambangan. Hasil studi disarikan
pada tabel 1 dan terlihat bahwa pencemaran air permukaan dan air tanah merupakan dampak lingkungan yang sering terjadi akibat kegiatan
tersebut.
Tabel 1
Frekuensi terjadinya dampak
lingkungan dari 66 kegiatan pertambangan.
Jenis Dampak
|
Persen Kejadian
|
Pencemaran Air Permukaan
|
70
|
Pencemaran
Air Tanah
|
65
|
Pencemaran
Tanah
|
50
|
Kesehatan Manusia
|
35
|
Kerusakan
Flora dan Fauna
|
25
|
Pencemaran
Udara
|
20
|
a/ Tidak
termasuk pencemaran oleh
emisi gas buang
yang keluar dari alat pengendali pencemaran udara.
Sumber
: US EPA, (1995)
|
Kegiatan pertambangan, selain menimbulkan dampak lingkungan,
ternyata menimbulkan dampak sosial yang komplek. Oleh sebab itu,
AMDAL suatu kegiatan pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok (World Bank,
1998):
1.
Memastikan bahwa biaya
lingkungan, sosial
dan
kesehatan dipertimbangkan dalam menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan alternatif kegiatan
yang akan dipilih.
2. Memastikan bahwa
pengendalian, penge-lolaan, pemantauan serta
langkah-langkah perlindungan
telah
terintegrasi
di
dalam
desain
dan
implementasi proyek serta rencana penutupan tambang.
Klasifikasi
Bahan Tambang
Bahan galian seringkali dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yakni
bahan galian metalliferous, nonmetalliferous dan bahan galian
yang digunakan untuk bahan bangunan atau batuan ornamen.
Kelompok bahan galian
metalliferous antara lain adalah emas,
besi, tembaga, timbal, seng, timah, mangan. Sedangkan bahan galian nonmetalliferous terdiri dari batubara, kwarsa, bauksit, trona, borak, asbes,
talk, feldspar dan batuan pospat. Bahan galian untuk bahan bangunan dan batuan ornamen
termasuk didalamnya slate, marmer, kapur, traprock, travertine, dan granite.
Berdasarkan
peraturan
pemerintah
No
27
Tahun
1980,
mineral
(bahan
galian) diklasifikasikan menjadi 3
golongan yakni:
a. Golongan
bahan
galian
yang
strategis adalah: minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam; bitumen padat, aspal;
antrasit, batu bara, batu bara muda; uranium,
radium, thorium dan bahan-bahan galian radioaktif lainnya; nikel, koblat
dan timah.
b. Golongan bahan galian yang vital adalah: besi, mangan, molobden,
khrom, wolfram, vanadium,
titan; bauksit,
tembaga, timbal,
seng; emas, platina,
perak, air raksa, intan; arsenm antimony, bismut; yttrium,
rhutenium, cerium, dan logam-logam langka lainnya; berillium, korundum; zircon, kristal kwarsa; kriolit, fluorspar, barit; yodium, brom, klor dan belerang.
c. Golongan
bahan
galian
yang tidak termasuk golongan a atau b adalah: nitrat, pospat, garam
batu (halite); asbes, talk, mika,
grafit, magnesit; yarosit, leusit,
tawas, oker; batu permata, batu
setengah permata; pasir kwarsa,
kaolin, felspar, gips, bentonit; batu apung,
tras,
obsidian, perlit, tanah diatome, tanah serap; marmer, batu tulis; batu kapur, dolomit, kalsit;
granit, andesit, basal, trakhit,
tanah liat dan pasir sepanjang tidak mengandung unsure-unsur golongan a maupun b
dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.
Kotak 1.
Isu-Isu Lingkungan Akibat
Kegiatan Pertambangan
United Nations Environment Programme (UNEP, 1999) menggolongkan
dampak- dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan sebagai berikut:
• Kerusakan habitat dan biodiversity
pada lokasi pertambangan
• Perlindungan
ekosistem/habitat/biodiversity di sekitar
lokasi pertambangan.
• Perubahan landskap/gangguan
visual/kehilangan penggunaan lahan
• Stabilisasi site dan rehabilitasi
• Limbah tambang dan pembuangan
tailing
• Kecelakaan/ terjadinya longsoran fasilitas tailing
• Peralatan
yang tidak digunakan , limbah
padat,
limbah rumah tangga
• Emisi Udara
• Debu
• Perubahan Iklim
• Konsumsi Energi
• Pelumpuran dan perubahan
aliran sungai
• Buangan air
limbah dan air asam
tambang
• Perubahan air tanah dan kontaminasi
• Limbah B3
dan bahan kimia
• Pengelolaan bahan kimia, keamanan,
dan pemaparan bahan kimia di tempat
kerja
• Kebisingan
• Radiasi
• Keselamatan dan kesehatan kerja
• Toksisitas
logam berat
• Peninggalan budaya dan situs arkeologi
• Kesehatan masyarakat dan pemukiman
d sekitar tambang
Sumber : Balkau F.
dan Parsons A. , 1999
Sedangkan Draft Rancangan Undang Undang Pertambangan Umum mengklasifikasikan bahan tambang menjadi 6 kelompok usaha pertambangan, yakni :
1. Pertambangan Mineral Radioaktif
2. Pertambangan Mineral Logam
3. Pertambangan Mineral Non Logam
4. Pertambangan Batubara, Gambut dan Bituminen Padat
5. Pertambangan
Panas Bumi
6. Pertambangan Air Tanah
Uraian di bawah akan lebih banyak menjelaskan tentang pertambangan mineral logam, non logam dan batubara. Sedangkan kegiatan pertambangan mineral radioaktif, panas bumi dan air tanah,
karena karakteristik bahan dan teknik pertambangannya
yang sangat berbeda, tidak diterangkan pada uraian berikut.
Ruang
Lingkup Kegiatan Pertambangan
Kegiatan
pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan
sebagai berikut:
1. Eksplorasi
2. Ekstrasi dan pembuangan limbah batuan
3. Pengolahan
bijih dan operasional
4. Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya
5. Pembangunan infrastuktur, jalan
akses dan sumber energi
6. Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukiman
Eksplorasi
Kegiatan
eksplorasi tidak termasuk
kedalam kajian studi AMDAL karena merupakan rangkaian kegiatan survey dan studi pendahuluan
yang dilakukan sebelum berbagai kajian kelayakan dilakukan. Yang termasuk sebagai kegiatan ini adalah pengamatan melalui
udara, survey geofisika, studi sedimen
di aliran sungai dan studi geokimia yang lain,
pembangunan jalan akses, pembukaan lahan untuk lokasi test pengeboran, pembuatan landasan pengeboran dan pembangunan anjungan
pengeboran.
Ekstraksi
dan Pembuangan Limbah Batuan
Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstaksi bahan mineral
didunia
dilakukan dengan pertambangan terbuka. Teknik tambang terbuka biasanya
dilakukan dengan open-pit mining, strip mining, dan quarrying, tergantung pada bentuk geometris tambang dan bahan yang digali.
Ekstrasi
bahan mineral dengan tambang terbuka sering menyebabkan
terpotongnya puncak gunung dan menimbulkan lubang yang besar. Salah satu
teknik tambang terbuka
adalah metode strip
mining (tambang bidang). Dengan menggunakan alat pengeruk,
penggalian dilakukan pada suatu bidang galian
yang sempit untuk mengambil mineral.
Setelah mineral diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi galian yang lama. Batuan limbah yang dihasilkan digunakan untuk menutup lubang yang dihasilkan
oleh galian sebelumnya. Teknik
tambang seperti ini biasanya digunakan untuk menggali deposit batubara yang tipis
dan datar yang terletak didekat permukaan tanah.
Gambar 1. Teknik-teknik ekstraksi bahan mineral.
Teknik yang digunakan
tergantung pada kadar mineral
dan jarak zona mineralisasi dari permukaan tanah.
Teknik pertambangan quarrying bertujuan untuk mengambil batuan
ornamen, bahan bangunan seperti pasir, kerikil, batu untuk urugan jalan,
semen, beton dan batuan urugan jalan makadam.
Untuk pengambilan batuan ornamen
diperlukan teknik khusus
agar blok-blok batuan ornamen yang diambil mempunyai
ukuran, bentuk dan kualitas tertentu. Sedangkan untuk pengambilan bahan bangunan tidak
memerlukan teknik yang khusus. Teknik yang digunakan serupa dengan teknik tambang
terbuka.
Tambang
bawah tanah digunakan
jika zona mineralisasi terletak jauh di dalam tanah sehingga jika digunakan teknik pertambangan terbuka jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan sangat besar. Produktifitas tambang
tertutup 5 sampai 50 kali lebih
rendah dibanding tambang terbuka, karena ukuran alat yang digunakan
lebih kecil dan akses ke dalam
lubang
tambang lebih terbatas.
Gambar 2. Tahapan
penambangan nikel di INCO (Sumber:
Proceeding Temu Profesi Tahunan-
Pengembangan Sumberdaya Mineral yang Berkelanjutan, Perhapi, 1992)
Gambar 3. Tahapan
penambangan
bijih
terbuka
a)
gambar
melintang
saat
penambangan
belum dimulai, b) pengerukan sudah
mencapai zona mineralisasi, c) penambangan bijih untuk mengambil mineral, d)
penambangan bijih terus berlanjut, volume batuan limbah yang diproduksi
semakin besar, e) kegiatan penambangan terus berlanjut, f) kegiatan penambangan telah mencapai batas ekonomis. (Sumber:
EPA 530-R-94-
031).
Gambar 4. Timbunan limbah batuan di lokasi pertambangan emas PT Newmont Minahasa
Raya
Kegiatan
ekstraksi meng-hasilkan limbah dan
produk samping dalam jumlah yang sangat banyak. Total limbah yang diproduksi dapat bervariasi antara 10 % sampai
sekitar 99,99 % dari total bahan yang ditambang. Limbah utama
yang dihasilkan adalah batuan penutup
dan limbah batuan. Batuan penutup (overburden) dan
limbah
batuan
adalah lapisan batuan
yang tidak mengandung mineral,
yang menutupi atau berada diantara
zona mineralisasi atau batuan yang mengandung
mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis untuk
diolah.
Batuan
penutup umumnya
terdiri dari tanah permukaan dan vegetasi sedangkan batuan limbah meliputi batuan yang dipindahkan pada saat pembuatan terowongan, pembukaan
dan eksploitasi singkapan bijih serta batuan yang berada bersamaan
dengan singkapan bijih.
Hal-hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian
di dalam hal menentukan besar dan pentingnya
dampak lingkungan pada kegiatan
ekstraksi dan pembuangan limbah
adalah:
• Luas dan kedalaman zona mineralisasi
• Jumlah batuan
yang akan ditambang dan yang akan dibuang yang akan
menentukan lokasi dan desain penempatan limbah batuan.
• Kemungkinan sifat racun limbah batuan
• Potensi terjadinya air asam tambang
• Dampak
terhadap
kesehatan
dan
keselamatan
yang
berkaitan
dengan
kegiatan transportasi, penyimpanan
dan penggunaan bahan peledak dan bahan kimia racun, bahan radio aktif
di kawasan penambangan dan gangguan pernapasan akibat pengaruh debu.
• Sifat-sifat geoteknik
batuan dan kemungkinan untuk penggunaannya untuk konstruksi sipil (seperti untuk landscaping,
dam tailing, atau lapisan lempung untuk pelapis
tempat pembuangan tailing).
• Pengelolaan
(penampungan,
pengendalian
dan
pembuangan)
lumpur
(untuk pembuangan overburden yang berasal
dari sistem penambangan dredging dan placer).
• Kerusakan bentang lahan
dan
keruntuhan
akibat
penambangan
bawah
tanah.
• Terlepasnya gas methan dari tambang batubara bawah tanah.
Gambar 5. Back Filling
Digging Method. Cara ini dapat diterapkan terhadap
bermacam-macam endapan bahan galian yang dapat mengurangi luas lahan yang terkupas serta proses reklamasi
dapat segera dilaksanakan di daerah yang sudah selesai ditimbun kembali (back filled areas).
(Sumber: Proceeding Temu Profesi Tahunan-
Pengembangan Sumberdaya Mineral yang Berkelanjutan, Perhapi, 1992)
Gambar
6. Modified Area Mining Method.
Metoda
ini juga hanya
cocok untuk menambang endapan-endapan bahan galian yang mendatar atau sedikit
miring, misalnya untuk endapan batubara dengan lapisan
tunggal
(single
seam) yang
diketemukan didaerah yang relatif datar. Pelaksanaan penambangannya
sebenarnya sama dengan ‘back filling
digging method”, tetapi luas daerah penambangannya lebih
besar. Cara penambangan ini juga dapat mempercepat
proses reklamasi lahan bekas
penambangan. Sumber (Sumber : Proceeding Temu Profesi Tahunan- Pengembangan
Sumberdaya Mineral yang Berkelanjutan, Perhapi, 1992).
Gambar
7. Countour Mining Method. Cara ini hanya
terbatas untuk menambang endapan- endapan bahan
galian yang mendatar atau sedikit miring (slightly dipping
deposits) misalnya endapan batubara yang tersingkap (outcropping) dilereng bukit bila keadaan lapangan memungkinkan cara ini dapat diikuti dengan ‘augering;
untuk mempertinggi perolehan tambang
(mining recovery) setelah batas nisbah pengupasan maximum dengan
countour mining method telah tercapai. Metoda ini dinilai baik dari sudut pelestarian lingkungan, karena dapat membatasi daerah yang rusak dan bahkan dapat segera melakukan
proses reklamasi didaerah timbunan tanah penutup. (Sumber: Proceeding Temu Profesi Tahunan-Pengembangan Sumberdaya Mineral yang
Berkelanjutan, Perhapi, 1992)
Dampak potensial yang timbul sebagai
akibat kegiatan ini akan berpengaruh terhadap komponen
lingkungan seperti kualitas
air dan hidrologi, flora dan
fauna, hilangnya habitat alamiah, pemindahan penduduk, hilangnya peninggalan budaya atau situs-situs keagamaan dan hilangnya
lahan pertanian serta sumberdaya kehutanan.
Pengolahan Bijih dan Operasional Pabrik Pengolahan
Tergantung pada jenis tambang,
pengolahan bijih pada umumnya terdiri dari proses benefication
– dimana
bijih yang ditambang
diproses menjadi konsentrat bijih untuk diolah lebih lanjut atau dijual langsung, diikuti dengan
pengolahan metalurgi dan refining. Proses benefication umumnya terdiri dari kegiatan persiapan, penghancuran dan atau penggilingan, peningkatan
konsentrasi dengan gravitasi atau pemisahan secara magnetis atau dengan menggunakan metode flotasi
(pengapungan), yang diikuti dengan pengawaairan (dewatering) dan penyaringan. Hasil dari proses ini adalah
konsentrat bijih dan limbah dalam bentuk tailing dan serta emisi debu. Tailing biasanya mengandung bahan kimia sisa proses dan logam berat.
Pengolahan metalurgi bertujuan untuk mengisolasi
logam dari konsentrat bijih dengan metode pyrometallurgi, hidrometalurgi
atau elektrometalurgi baik dilaku-kan sebagai proses tunggal maupun
kombinasi. Proses pyrometalurgi seperti roasting (pembakaran) dan smelting menyebabkan terjadinya gas buang ke atmosfir (sebagai
contoh, sulfur dioksida,
partikulat dan logam berat)
dan slag.
Metode hidrometalurgi pada umumnya menghasilkan bahan pencemar dalam bentuk cair yang akan terbuang
ke kolam penampung tailing jika tidak digunakan kembali
(recycle). Angin dapat
menyebarkan tailing kering yang menyebabkan terja-dinya pencemaran udara. Bahan-bahan
kimia yang digunakan di dalam proses pengolahan (seperti sianida, merkuri, dan asam kuat) bersifat berbahaya. Pengangkutan, penyimpanan, penggunaan, dan
pembuangannya memerlukan pengawasan
ketat untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kesehatan
dan keselamatan serta mencegah pencemaran ke lingkungan.
Proses pengolahan batu bara pada umumnya diawali oleh pemisahan limbah dan batuan secara mekanis diikuti dengan
pencucian batu bara untuk menghasilkan batubara berkualitas lebih
tinggi. Dampak potensial
akibat proses ini adalah pembuangan batuan limbah
dan batubara tak terpakai, timbulnya debu
dan pembuangan air pencuci.
Kotak 2. Proses Pengolahan Bijih
Proses pengolahan bijih bertujuan untuk mengatur ukuran partikel bijih,
menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan, meningkatkan kualitas, kemurnian atau grade bahan yang
diproduksi. Proses ini biasanya
terdiri dari: penghancuran, penggilingan, pencucian,
pelarutan, kristalisasi,
penyaringan, pemilahan, pembuatan ukuran tertentu, sintering
(penggunaan tekanan dan
panas dibawah titik lebur untuk mengikat partikel-partikel logam), pellettizing
(pembentukan partikel-partikel logam
menjadi butiran-butiran kecil),
kalsinasi untuk mengurangi
kadar air dan/atau karbondioksida,
roasting (pemanggangan), pemanasan, klorinasi untuk persiapan proses lindian, pengentalan secara gravitasi, pemisahan secara magnetis,
pemisahan secara elektrostatik,
flotasi (pengapungan), penukar
ion, ekstraksi pelarut, elektrowining, presipitasi, amalgamasi dan heapleaching.
Proses pengolahan yang paling umum
dilakukan adalah pemisahan secara gravitasi (digunakan untuk cadangan emas placer), penggilingan dan pengapungan (digunakan untuk bijih besi yang bersifat
basa), pelindian (dengan
menggunakan tangki atau heap leaching); pelindian
timbunan (digunakan untuk bijih tembaga kadar rendah) dan pemisahan secara magnetis. Tipikal
langkah-langkah pengolahan meliputi penggilingan, pencucian, penyaringan, pemilahan, penentuan
ukuran, pemisahan secara
magnetik, oksidasi bertekanan, pengapungan, pelindian, pengentalan secara gravitasi, dan
penggumpalan (pelletizing, sintering,
briquetting, or nodulizing).
Proses pengolahan bijih menghasilkan partikel berukuran seragam, dengan menggunakan alat penghacur dan penggilingan. Tiga tahap penghacuran umumnya diperlukan untuk memperoleh ukuran yang diingginkan. Hasil olahan bijih berbentuk lumpur
yang kemudian dipompakan ke proses pengolahan lebih lanjut.
Pemisahan magnetic
digunakan untuk memisahkan bijih besi dari bahan
yang memiliki daya magnetic lebih
rendah. Ukuran partikel dan konsentrasi padatan menentukan jenis proses
pemisahan magnetic yang akan digunakan.
Pengapungan (flotasi)
menggunakan bahan kimia untuk mengikat
kelompok senyawa mineral
tertentu dengan gelembung udara untuk pengumpulan. Bahan kimia yang digunakan
termasuk collectors, frothers, antifoams, activators, and depressants;
tergantung karakteristik bijih yang diolah.
Bahan kimia ini dapat mengandung sulfur
diioksida, asam sufat, senyawa
sianida, cressol, tergantung pada
karakteristik bijih yang ditambang.
Proses pemisahan gravitasi
menggunakan perbedaan berat jenis mineral untuk meningkatkan konsentrasi bijih. Ukuran
partikel merupakan faktor penting
dalam proses pengolahan, sehingga ukuran tetap
dijaga agar seragam dengan menggunakan saringan atau hydrocyclon. Tailing padat ditimbun di kolam penampungan tailing, airnya biasanya didaur ulang sebagai air proses pengolahan. Flokulan kimia seperti aluminium sulfat, kapur, besi, garam kalsium, dan kanji biasanya ditambahkan untuk meningkatkan efisiensi pemadatan.
Pelindian adalah proses untuk mengambil senyawa
logam terlarut dari bijih dengan melarutkan secara selektif senyawa
tersebut ke dalam suatu pelarut seperti
air, asam sulfat dan asam klorida atau larutan sianida.
Logam yang diingginkan kemudian
diambil dari larutan tersebut dengan
pengendapan kimiawi
atau bahan kimia
yang lain atau proses elektrokimia. Metode
pelindian dapat berbentuk timbunan,
heap atau tangki. Metode pelindian head, leaching banyak digunakan untuk pertambangan emas sedangkan pelindian dengan timbunan banyak digunakan untuk pertambangan tembaga.
Sumber : EPA/310-R-95-008, 1995
Tabel 2. Karakteristik Proses dan Limbah Kegiatan Pertambangan
SEKTOR TIPE TAMBANG
PROSES
PENGOLAHAN LIMBAH UTAMA
Emas- Perak
|
- Terbuka
- Tambang bawah tanah
|
- Sianida
- Elusi
- Elektrowining/Pengenda pan Seng
- Penggerusan
- Amalgamasi
|
- Air
Tambang
- Limbah batuan/ Overburden
- Larutan sisa proses
- Tailing
- Bijih sisa
|
Emas
|
- Terbuka
|
- Pemisahan
Gravitasi
|
- Air
Tambang
|
Placer
|
(permukaan)
|
- Pengerusan, pencucian
|
- Limbah batuan/
|
|
|
dan pemisahan partikel
|
Overburden
|
|
|
halus
|
- Tailing
|
|
|
- Pemisahan
magnetis
|
|
Timbal-
|
- Bawah
Tanah
|
- Penggilingan
|
- Air
Tambang
|
Seng
|
|
- Pengapungan (Flotation)
|
- Limbah batuan/
|
|
|
- Sintering
|
Overburden
|
|
|
- Smelting
|
- Larutan sisa proses
|
|
|
|
- Slag
|
Tembaga
|
- Permukaan
|
- Penggilingan
|
- Air
Tambang
|
|
(Terbuka)
|
- Flotasi (pengapungan)
|
- Limbah batuan/
|
|
- Bawah Tanah
|
- Smelting
|
Overburden
|
|
- In Situ
|
- Pelindian dengan asam
|
- Larutan sisa proses
|
|
|
- SX/EW recovery
|
- Tailing
|
|
|
- Presipitasi besi/smelting
|
- Slag
|
|
|
|
- Sisa bijih
|
Besi
|
-Permukaan
|
- Penggilingan
|
- Air
Tambang
|
|
(terbuka)
|
- Pemisahan Magnetik
|
- Limbah batuan/
|
|
-Bawah Tanah
|
- Pemisahan Gravitasi
|
Overburden
|
|
|
- Pengapungan (Flotasi)
|
- Slag
|
|
|
- Penggabungan
|
- Tailing
|
|
|
(Agglomerasi)
|
|
|
|
-Blast Furnace
|
|
Sumber :
EPA/310-R-95-008, 1995
Penampungan Tailing, Pengolahan dan Pembuangan
Pengelolaan tailing merupakan salah satu
aspek kegiatan
pertambangan yang menimbulkan dampak lingkungan sangat penting. Tailing biasanya berbentuk lumpur dengan komposisi 40-70%
cairan. Penampungan tailing,
pengolahan dan
pembuangannya memerlukan pertimbangan yang
teliti
terutama untuk kawasan yang rawan gempa.
Kegagalan desain dari sistem
penampungan tailing akan menimbulkan
dampak yang sangat besar, dan dapat menjadi pusat perhatian media serta
protes
dari
berbagai
embaga swadaya masyarakat (LSM).
Gambar
8. Kerusakan ekosistem hutan akibat pembuangan tailing. (Sumber PT Freeport Indonesia, 1998)
Pengendalian polusi dari pembuangan tailing selama proses operasi harus
memperhatikan pencegahan timbulnya rembesan, pengolahan fraksi cair tailing, pencegahan
erosi oleh angin, dan mencegah
pengaruhnya terhadap hewan-hewan liar.
Isu-isu
penting yang perlu dipertimbangkan
dalam evaluasi alternatif pembuangan tailing
meliputi :
- Karakteristik geokimia area
yang
akan
digunakan sebagai
tempat penimbunan tailing dan potensi migrasi lindian dari
tailing.
- Daerah
rawan
gempa
atau
bencana
alam
lainnya
yang
mempengaruhi
keamanan lokasi dan desain teknis .
- Konflik
penggunaan
lahan
terhadap
perlindungan
ekologi
peninggalan
budaya, pertanian serta
kepentingan lain seperti perlindungan terhadap
ternak, binatang
liar dan penduduk local.
- Karakteristik
kimia
pasir,
lumpur,
genangan
air
dan
kebutuhan
untuk
pengolahannya.
-
Reklamasi
setelah pasca tambang.
Studi AMDAL juga harus mengevaluasi resiko yang disebabkan oleh kegagalan penampungan tailing
dan pemrakarsa harus menyiapkan
rencana tanggap darurat yang memadai.
Pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan tanggap
darurat ini harus dinyatakan secara
jelas.
Kotak 3 :
Faktor-faktor Pertimbangan di dalam Menilai Kesesuaian
Penampungan Tailing
1. Tuntutan Peraturan
Tuntutan peraturan setempat
yang mencakup seluruh aspek dari areal penimbunan yang direncanakan dimasa depan harus disertakan didalam penilaian suatu areal.
Hal tersebut mencakup :
- tuntutan baku mutu bagi pelepasan
air
- nilai budaya dan sejarah dari suatu tempat
termasuk nilainya bagi penduduk
pribumi
- tuntutan akan rancangan khusus terhadap
misalnya
gempa
bumi,
peluang-
peluang terjadinya banjir
- emisi debu
dan polusi suara
- rencana-rencana dari berbagai pihak
yang berwenang termasuk pengangkutan, pengembangan perkotaan,
sarana-sarana (penyaluran tenaga listrik, jaringan supali
air, dsb
- zonasi dari areal penimbunan tailing dan daerah sekitarnya (kegiatan-kegiatan
yang diijinkan pihak berwenang), dan kemungkinan perubahan dari zonasi
sekarang
2. Metereologi
Berbagai aspek neraca air dari operasi harus didasarkan
pada pengertian yang mendalam mengenai kondisi
metereologi daerah setempat. Informasi yang harus dikumpulkan termasuk :
- data curah hujan (rata-rata setiap bulan untuk berbagai
priode ulang 1:10, 1:20,
1:50, 1:100)
- data intensitas/lama hujan
- pengukuran evaporasi (panci evaporasi klas A)
- pengukuran kelembaban, suhu dan radiasi matahari
- kekuatan/arah
angin pada berbagai waktu yang berbeda dalam setahun
- pengetahuan tentang kejadian masa lalu atau jarang terjadi (angin topan, banjir)
3. Topografi dan Pemetaan
Topografi dari bangunan jangka panjang dan
daerah-daerah penyangga sejauh sekitar 1 km dari batas-batas daerah yang akan menjadi
areal penimbunan harus diteliti. Informasi
ini akan memungkinkan dilakukan penilaian
akan potensi dampak- dampak sosial dan lingkungan dari fasilitas yang diusulkan
pada tahap-tahap yang paling awal dari perencanaan. Informasi ini harus termasuk :
- kontur-kontur
permukaan dengan interval 1 m
- pola-pola
drainase (aliran-aliran, mata air, danau. Lahan basah)
- batas-batas
tanah
- jaringan jalan dan pelayanan
- tempat
tinggal dan bangunan lainnya
- tempat-tempat budaya atau bersejarah
- tata guna lahan saat
ini (RUTRW)
4. Fotografi
Fotografi dapat menjadi suatu alat penting
untuk membantu penilaian estetika dan potensi
dampak lingkungan dari areal penimbunanyang diusulkan. Ini termasuk :
- foto-foto udara dari kepemilikan lahan dan daerah sekitarnya
- foto-foto
darat yang diambil dari berbagai
sudut yang bermanfaat
- foto-foto
sejarah
5. Air Permukaaan
Tanah
Seandainya areal penimbunan tailing yang terpilih berada dekat sungai-sungai atau daerah-daerah yang sering mengalami
banjir, potensi dampak dari hujan lebat
pada frekuensi rendah perlu dipertimbangkan. Informasi yang dibutuhkan termasuk :
- aliran-aliran pada batang-batang
air
alami (data hidrografis seperti ciri-ciri limpasan air hujan)
bersambung ke halaman 15
lanjutan dari halaman 14
- catatan-catatan banjir dan identifikasi dataran banjir yang mungkin
- latar
belakang baku mutu air
- tataguna air di hulu dan di hilir termasuk
aliran-aliran
lingkungan
untuk
memelihara habitat-habitat bagi flora dan fauna
6. Air Bawah tanah
Suatu pengertian tentang hidrogeologi umum dari suatu tempat dapat membantu penilaian potensi
dampak
dari
penimbunan
tailing
terhadap
air
bawah tanah. Informasi
yang penting termasuk ;
- hidrogeologi tempat
(kedalaman hingga air, arah aliran, kecepatan aliran)
- keberadaan
jalur-jalur aliran yang
dikehendaki
- latar
belakang baku mutu air
- tata guna air di hulu dan di hilir
- zona pengeluaran air bawah tanah
7. Geoteknis
Tampungan-tampungan tailing pada awalnya lazim
dibangun dari tanah setempat. Dalam hal ini ketersediaan
dan kesesuaian tanah harus dinilai
dipermulaan proses pembangunan dan harus mencakup
:
- kondisi fondasi (jenis-jenis
tanah
di
berbagai
kedalaman,
distribusi
ukuran
partikel, presentase partikel
halus, Nilai Atterberg/plastisitas tanah, kekuatan tanah, ciri-ciri
permeabilitas, mineralogi)
- ketersediaan
bahan-bahan bangunan seperti tanah liat, pasir, batu kerikil
- adanya batu-batuan,
struktur dari lapisan batu-batuan
- data resiko gempa
8. Geokimia
Seandainya cairan tailing
berhubungan dengan tanah alamiah, sejumlah interaksi
geokimia dapat terjadi. Melakukan analisis jangka panjang adalah praktek yang baik karena akan membangun informasi
yang membantu tercapainya pengertian tentang interaksi-interaksi
tersebut.
9. Sifat-sifat tailing
Sifat-sifat tailing perlu diketahui ketika merancang
fasilitas-fasilitas baru, terutama
yang berkaitan dengan kemungkinan rembesan
air bawah tanah dan pelepasan air. Termasuk didalamnya :
- kandungan mineral dan kimia partikel-patikel
padat
- kandungan logam berat
- kandungan radio-nuklida
- gaya berat
spesifik partikel –partikel padat
- perilaku pengendapan
- hubungan antara permeabilitas dan berta jenis
- plastisitas
tanah (nilai Atterberg)
- prilaku konsolidasi
- rheologi (aliran
cairan
yang
mengandung
partikel-partikel tersuspensi/ciri-ciri kekentalan
- ciri-ciri kekuatan
tailing
- kimiawi air
pori (air diantara pori-pori tanah)
- sifat-sifat pencucian air tawar
Sumber : Cooling, D.J. et al, 1996
|
Air Asam Batuan (AAB) adalah produk yang
terbentuk akibat oksidasi
mineral yang mengandung besi-sufur,
seperti: pyrite (FeS2) dan pyrrhotite
(FeS) oleh oksidator yang berasal
dari atmosphere (misalnya; air, oksigen dan karbon dioksida)
dengan bantuan katalis bakteri Thiobacillus ferooxidans dan produk-produk lain yang terbentuk sebagai akibat dari reaksi
oksidasi tersebut.
Reaksi terbentuknya AAB dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi seperti tersebut di bawah. Dalam persamaan reaksi tersebut, bahan
mineral yang dioksidasi adalah pyrite (FeS2), namun reaksi yang sama juga berlaku untuk pembentukan AAB dari oksidasi pyrrhotite (FeS).
FeS2 + 7Fe2(SO4)3 + 8H2O = 15FeSO4 + 8H2SO4 (1) FeS2 + Fe2(SO4)3 = 3FeSO4 + 2S (2)
4FeSO4 + O2 + 2H2SO4 bacteria = 2Fe2(SO4)3 + 2H2O (3)
2S + 3O2 + 2H2O bacteria = 2H2SO4 (4)
4FeS2 + 15O2 + 2H2O
= 2Fe2(SO4)3 + 2H2SO4 (5) S + 3Fe2(SO4)3 + 4H2O
= 6FeSO4 + 4H2SO4
(6)
Bakteri yang terlibat pada reaksi 3 dan 4 biasanya berasal
dari strain Thiobacillus ferooxidans yang khas untuk setiap lokasi. Mereka menggunakan sulfur sebagai sumber energi dan memperoleh kebutuhan
nutrisi dari atmosphere (nitrogen, oksigen, karbon dioksida dan air) dan mineral (sulfur dan phospor).
Meskipun bukan katalis dalam
pengertian yang sebenarnya, namun
bakteri
ini
berfungsi sebagai
agen
yang mempercepat terjadinya reaksi.
Pada kondisi habitat yang optimal, bakteri ini merupakan faktor yang paling menentukan dalam
pembentukan
AAB. Mereka
juga mampu beradaptasi dengan melakukan
mutasi jika terjadi perubahan habitat
yang ekstrim.
Diduga tanpa kehadiran bakteri Thiobacillus ferooxidans reaksi 1,2 dan 5 merupakan
reaksi yang dominan, sementara itu dengan adanya bakteri seperti
yang dinyatakan dalam persamaan 5, reaksi yang terjadi merupakan
kombinasi dari reaksi 1 dan 3 atau
2,3 dan 4 atau 1,2,3 dan 4.
Seperti terlihat didalam
persamaan reaksi, selain
diperlukan adanya pyrite, keberadaan oksigen dan air sangat menentukan terbentuknya
AAB. Dengan demikian pembentukan AAB dapat dicegah dengan menghindari kontak
pyrite dengan oksigen (misalnya: dengan
menempatkan mineral di bawah
permukaan air) atau dengan mencegah
kontak pyrite dengan air (misalnya: menempatkan mineral di daerah yang kering). Pembentukan AAB juga dapat dihindari dengan mencegah pertumbuhan T. ferrooxidans dengan menggunakan bahan kimia.
Hasil akhir reaksi
adalah asam sulfat
dan ferric sulphate. Asam sulfat merupakan produk antara yang penting. Pada awal oksidasi
pyrite, pH turun secara cepat dan kemudian stabil kembali pada nilai antara
2.5 – 3.0. Nilai pH akhir pada umumnya ditentukan oleh kebutuhan
pH optimal bagi pertumbuhan strain bakteri yang terlibat di dalam
reaksi.
Jika pyrite dan/ atau pyrrhotite adalah mineral sulfida yang terbuka terhadap oksidasi atmosphere maka hasil reaksi seperti
reaksi di atas. Tergantung pada keberadaan air dan oksigen, reaksi tidak selalu berlangsung sempurna seperti dinyatakan oleh persamaan
1 sampai 6, dalam hal demikian
maka produk antara merupakan senyawa
kimia atau mineral tetap
berada pada kondisi teroksidasi.
Bersambung ke halaman 17
Lanjutan Kotak 4.
Jika mineral logam (seperti galena – PbS), chalcopyrite ( FeS.CuS), sphalerite (zinc sulphide, ZnS) terdapat bersamaan dengan mineral pyrite and pyrrhotite (biasanya terjadi pada reaksi oksidasi deposit
mineral yang berlangsung
secara alami dan reaksi oksidasi deposit tambang)
maka akan terjadi
efek sekunder akibat oksidasi
mineral yang mengandung mineral mengandung besi-sulfur menjadi asam sulfat dan besi Ferric.
Pada pH yang stabil (2.5 sampai 3.0) asam sulfat dan besi sulfat yang terbentuk menyebabkan ion ferric dapat berfungsi sebagai
oksidator. Tanpa kehadiran
ion ferric pada pH 2.5 – 3.0, asam sulfat dapat
melarutkan beberapa logam berat yang terikat
pada karbonat dan mineral oksida,
namun memiliki sedikit efek terhadap logam berat
yang terikat pada sulfida.
Dengan adanya ion ferric maka
logam berat yang terikat pada sulfida, termasuk
timbal, tembaga, seng, kadmium, akan
terlarut menurut reaksi :
MS + nFe+++ = Mn+ + S + nFe++ (7)
Dimana:
MS = merupakan padatan
logam berat yang terikat pada sulfida.
Fe+++ = ion ferric iron terlarut; Mn+ = ion logam berat terlarut; S = sulphur;
Fe++ = ion ferrous terlarut.
Melalui proses inilah AAB dapat
melarutkan
sejumlah
besar
logam
berat. Air
asam tambang yang tidak
dikelola dengan baik menyebabkan dua dampak lingkungan yang utama, yakni turunnya
pH Terjadinya pengasaman yang disebabkan oleh asam sulfat
dan terlarutnya logam berat yang disebabkan
oleh ion besi. Perlu diperhatikan agar dua dampat ini dilihat sebagai
2 efek yang terpisah, karena dampaknya terhadap
lingkungan yang sangat
berbeda, dan juga
karena proses terjadinya
air asam tambang
dan terlarutnya logam berat
merupakan proses yang terpisah.
Sumber : Mills. C, 1995, An Introduction to Acid Rock Drainage; Paper of A Seminar on
Acid Rock Drainage at Cordilleran Roundup Vancouver,
B.C. in February 1995
Pembangunan infrastruktur jalan akses dan pembangkit
energi
Kegiatan
pembangunan infrastruktur meliputi pembuatan akses di dalam daerah tambang, pembangunan fasilitas penunjang pertambangan, akomodasi tenaga kerja,
pembangkit energi baik untuk kegiatan konstruksi maupun kegiatan operasi
dan pembangunan pelabuhan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembangunan sistem pengangkutan di kawasan tambang (misalnya : crusher, ban berjalan, rel kereta,
kabel gantung, sistem perpipaan
untuk mengangkut tailing atau konsentrat bijih).
Dampak lingkungan, sosial dan kesehatan yang ditimbulkan
oleh kegiatan ini dapat bersifat sangat penting dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut :
1. Letak dan lokasi
tambang terhadap akses infrastruktur dan sumber
energi.
2.
Jumlah kegiatan konstruksi dan tenaga kerja
yang diperlukan serta tingkat migrasi pendatang.
3. Letak kawasan konsensi terhadap kawasan lindung dan
habitat
alamiah, sumber air bersih
dan
badan
air,
pemukiman
penduduk
setempat dan tanah yang digunakan oleh
masyarakat adat.
4. Tingkat
kerawanan kesehatan penduduk setempat dan
pekerja terhadap penyakit menular
seperti malaria, AIDS, schistosomiasis.
Pembangunan Pemukiman Karyawan Dan Base Camp Pekerja
Kebutuhan
tenaga kerja dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk kegiatan pertambangan
seringkali
tidak
dapat dipenuhi dari penduduk setempat. Tenaga kerja
trampil
perlu
didatangkan dari
luar, dengan demikian diperlukan pembangunan infrastruktur
yang sangat besar.
Jika jumlah sumberdaya alam dan komponen-komponen lingkungan lainnya sangat terbatas
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pendatang, sumberdaya alam akan mengalami
degradasi secara cepat. Akibatnya akan terjadi konflik
sosial karena persaingan pemanfaatan sumber daya alam. Sebagai contoh,
kegiatan pertambangan seringkali dikaitkan dengan kerusakan
hutan, kontaminasi dan penurunan penyediaan air bersih, musnahnya hewan liar dan
perdagangan hewan langka,
serta penyebaran penyakit menular.
Decomisioning
Dan Penutupan Tambang
Setelah
ditambang selama masa tertentu
cadangan bijih tambang akan menurun dan tambang
harus ditutup karena tidak
ekonomis lagi. Karena tidak mempertimbangkan aspek lingkungan, banyak lokasi tambang
yang ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk rehabilitasi. Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya
alam yang dipengaruhi oleh kegiatan
pertambangan harus dikembalikan ke kondisi
yang aman dan produktif melalui
rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi
dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum
ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati.
Namun demikian, uraian di atas tidak menyarankan agar kegiatan rehabilitasi dilakukan setelah tambang selesai. Reklamasi seharusnya merupakan kegiatan
yang terus menerus dan berlanjut sepanjang umur pertambangan.
Tujuan
jangka
pendek
rehabilitasi adalah membentuk
bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi.
Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan
untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan
dicapai menyesuaiakan dengan tataguna lahan pasca tambang. Penentuan tataguna lahan pasca tambang
sangat
tergantung
pada
berbagai faktor
antara lain potensi ekologis
lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi tambang
yang telah direhabilitasi harus dipertahankan
agar tetap terintegrasi dengan
ekosistem bentang alam sekitarnya.
Tujuan Rehabilitasi
Stabilisasi daerah tambang
Mencapai tujuan
tata guna lahan pasca tambang yang ditetapkan
Melestarikan integritas lahan bekas
tambang dengan bentang alam di
sekelilingnya
Gambar
9. Tujuan Rehabilitasi
Teknik rehabilitasi
meliputi regarding, reconturing,
dan penaman kembali permukaan tanah yang tergradasi, penampungan dan pengelolaan racun dan
air asam tambang dengan menggunakan
penghalang fisik maupun tumbuhan untuk mencegah erosi atau terbentuknya AAT. Isu-isu yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan rencana reklamasi meliputi :
stabilitas jangka
panjang, penampungan tailing, kestabilan lereng dan permukaan timbunan
keamanan
tambang terbuka, longsoran, pengelolaan B3 dan bahaya radiasi
karakteristik fisik kandungan bahan nutrient dan sifat beracun tailing atau
limbah batuan yang dapat berpengaruh terhadap
kegiatan revegetasi
potensi terjadinya AAT dari bukaan
tambang yang terlantar, pengelolaan tailing dan timbunan
limbah batuan (sebagai akibat
oksidasi sulfida yang
terdapat dalam bijih atau limbah batuan)
potensi timbulnya gas metan dan emisinya
dari tambang batubara
biaya
untuk
rehabilitasi
selama
kegiatan
pertambangan
dan
pasca
tambang
Gambar 10. Upaya rehabilitasi yang kurang berhasil karena timbunan tailing sangat
miskin unsur hara.
Aspek sosial
ekonomi selama tahap decomisioning juga perlu diperhatikan
khususnya eksistensi dan daya tahan ekonomi
masyarakat setempat yang tergantung pada kegiatan
pertambangan. Disamping hilangnya pendapatan,
kelanjutan penyediaan fasilitas sosial seperti sarana air bersih, air limbah, listrik dan pelayanan kesehatan
menjadi tidak jelas. Fasilitas
sosial ini biasanya disediakan langsung oleh industri pertambangan. Dengan selesainya
kegiatan pertambangan, perlu diperjelas institusi
yang akan mengelolan fasilitas sosial tersebut.
Semua isu-isu di atas harus
dipertimbangkan dalam penentuan rencana penutupan tambang.
Analisis
Alternatif
Analisa
alternatif tambang pada umumnya sangat dibatasi
oleh lokasi zona mineralisasi yang
tetap dan tuntutan untuk memenuhi
kebutuhan pasar atas logam mulia dan mineral yang ditambang.
Analisis alternatif didalam AMDAL
kegiatan pertambangan hendaknya mempertimbangkan :
metode penambangan dan proses yang
digunakan
pilihan pengangkutan tailing dan bijih (conveyor, jalan, rel,
sistem pipa)
sumber air dan sistim manajemen air
alternatif pengelolaan tailing
lokasi pabrik pengolahan, lokasi penimbunan tailing, lokasi
penimbunan limbah, lokasi bangunan
base camp, lokasi pemukiman
karyawan, sumber
energi dan rute akses jalan
Aspek
Sosial Ekonomi dan Keterlibatan
Masyarakat dalam AMDAL
Teknik-teknik yang dipakai untuk pengelolaan
dan pengendalian dampak
lingkungan oleh kegiatan
tailing telah berkembang dengan baik,
namun untuk isu-isu yang berkaitan dengan sosial ekonomi masih merupakan tantangan
yang belum terselesaikan. Banyak
perusahaan pertambangan masih bergulat dengan isu-isu sosial
seperti :
Kompensasi kehilangan lahan dan akses sumberdaya alam (seperti: lahan)
dan juga potesi kehilangan ekonomis dan gangguan
terhadap kehidupan budaya.
Pengelolaan dampak
yang
berkaitan dengan
operasi
pertambangan seperti: masuknya pendatang baru
yang
berpotensi menimbulkan
ketidakseimbangan penda-patan,
komsumsi air bersih, dan terjadinya
persaingan yang disebabkan pemakaian air bersih dan sumberdaya alam
lain yang dipergunakan bersama.
Tuntutan
untuk
melaksanakan program community development
pengembangan kesempatan kerja dan mekanisme
untuk mendistribusikan
keuntungan sosial secara lebih luas diantara masyarakat lokal.
Metode
Pengelolaaan Lingkungan
Mengingat
besarnya dampak yang disebabkan
oleh aktifitas tambang, diperlukan upaya-upaya pengelolaan yang terencana dan terukur. Pengelolaan lingkungan di sektor pertambangan biasanya menganut
prinsip Best Management Practice. US EPA ( 1995)
merekomendasikan beberapa upaya yang dapat digunakan sebagai upaya pengendalian
dampak kegiatan tambang terhadap sumberdaya air, vegetasi dan hewan liar. Beberapa
upaya pengendalian tersebut adalah
:
Menggunakan
struktur
penahan
sedimen
untuk
meminimalkan
jumlah
sedimen yang keluar dari lokasi penambangan
Mengembangkan rencana sistim pengedalian tumpahan untuk
meminimalkan masuknya
bahan B3 ke badan air
Hindari kegiatan konstruksi selama dalam tahap kritis
Mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan akibat sianida terhadap burung dan hewan liar dengan menetralisasi
sianida di kolam pengendapan
tailing atau dengan
memasang pagar dan jaring untuk
Mencegah hewan
liar masuk kedalam kolam
pengendapan tailing
Minimalisasi penggunaan pagar atau pembatas
lainnya yang menghalangi jalur migrasi hewan liar. Jika penggunaan pagar tidak dapat dihindari
gunakan terowongan, pintu-pintu, dan jembatan penyeberangan bagi hewan liar.
Batasi
dampak
yang
disebabkan
oleh frakmentasi habitat minimalisasi
jumlah jalan akses dan tutup serta rehabilitasi jalan-jalan yang tidak
digunakan lagi.
Larangan
berburu hewan liar di kawasan tambang.
Sedangkan ringkasan upaya pengelolaan yang
direkomendasikan untuk setiap tahapan-tahapan
kegiatan dapat dilihat
pada tabel 3.
Prodjosumarto (1992) telah mengidentifikasikan beberapa upaya
pengelolaan yang lazim digunakan
bagi kegiatan pertambangan di Indonesia. Upaya-upaya pengelolaan tersebut diuraikan sebagai berikut:
Tahap
Persiapan Penambangan (Mining
Development)
Pembukaan
atau pembersihan lahan (land clearing) sebaiknya dilaksanakan secara bertahap,
artinya hanya bagian lahan
yang akan langsung atau segera ditambang. Setelah penebasan
atau pembabatan selesai, maka tanah pucuk (top soil) yang berhumus dan biasanya subur jangan dibuang bersama-sama dengan tanah penutup yang biasanya tidak
subur, melainkan harus diselamatkan dengan
cara menimbun ditempat yang sama, kemudian ditanami dengan tumbuh-tumbuhan penutup yang sesuai (rumput-rumputan
dan semak- semak), sehingga pada saatnya nanti masih dapat
dimanfaatkan untuk keperluan reklamasi
lahan bekas tambang.
Pada saat mengupas tanah penutup
(striping of overburden) jalan-jalan angkut yang
dilalui
alat-alat angkut
akan berdebu, oleh
sebab itu perlu disiram air secara berkala.
Bila keadaan lapangan memungkinkan, hasil pengupasan tanah penutup jangan diibuang kearah lembah-lembah yang curam, karena hal ini akan memperbesar erodibilitas lahan yang berarti akan
menambah jumlah tanah yang akan terbawa air sebagai lumpur dan menurunkan kemantapan lereng (slope stability).
Bila
tumpukan tanah tersebut berada ditempat
penimbunan yang relatif
datar, maka tumpukan itu harus diusahakan berbentuk jenjang- jenjang (benches) dengan kemiringan keseluruhan (overall
bench slope) yang landai.
Disamping itu cara pengupasan tanah penutup
sebaiknya memakai metoda nisbah
pengupasan yang konstan (constant stripping
ratio method) atau metoda nisbah pengupasan yang semakin besar (increasing
stripping ratio method) sehingga luas lahan yang terkupas tidak
sekaligus besar.
|
Tabel 3. Upaya Pengelolaan Limbah Tambang
Ekstraksi batuan penutup dan batuan
limbah
|
Penimbunan kembali
menggunakan
teknik
tambang
back
fill
dengan menggunakan batuan limbah
ke tambang yang sudah
digunakan
Maksimalkan penggunaan batuan penutup untuk
reklamasi
Mengumpulkan dan
memonitor
rembesan
drainase
dan
aliran
permukaan
Memisahkan dan
menutup
batuan
limbah
yang
reaktif
dengan
bahan yang tidak reaktif untuk mencegah
terbentuknya air asam tambang
Menggunakan batuan
limbah yang tidak
reaktif untuk keperluan kontruksi
Menyediakan sistem drainase timbunan yang
cukup
untuk meminimalkan potensi keruntuhan lereng.
Melakukan pemantauan air permukaan untuk
memperoleh data base line dan melanjutkan kegiatan pemantauan selama
kegiatan
operasi
dan pasca tambang
Menggunakan sistem
pengendalian drainase untuk
meminimalkan terjadinya infiltrasi
|
Proses
pengolahan pengendapan tailing
|
- Mendisain tempat
penampungan tailing dengan memperhatikan kondisi
curah hujan maksimum
- Pertimbangkan penggunaan lapisan alamiah/sintetik pada saluran
drainase
-
Memaksimalkan penggunaan kembali
air dari tailing
- Membatasi penggunaan bahan-bahan kimia untuk proses pengolohan hanya sebatas yang
diperlukan
-
Menyediakan saluran drainase yang cukup
- Membangun saluran untuk menjaga pecahnya jalur-jalur perpipaan
- Melakukan test ARD secara terus menerus sepanjang masa operasi dari penutupan tambang
- Mengumpulkan rembesan pada
lereng terluar dari
kolam pengendapan tailing
|
Sumber : US-EPA/310-R-95-008 EPA
Tahap
Penambangan
Untuk metoda penambangan bawah tanah (underground mining)
dampak negatifnya terhadap lingkungan hidup agak terbatas. Yang perlu diperhatikan dan diwaspadai
adalah dampak pembuangan batuan samping (country
rock/waste) dan air berlumpur
hasil penirisan tambang (mine
drainage). Kecuali untuk metode ambrukan
(caving
method) yang dapat merusak bentang alam (landscape) atau morfologi, karena terjadinya amblesan (surface
subsidence). Metoda penambangan
bawah
tanah yang dapat mengurangi
timbulnya gas-gas beracun dan berbahaya
adalah
penambangan dengan “auger” (auger mining), karena untuk pemberaiannya (loosening) tidak memakai bahan peledak.
Untuk menekan terhamburnya debu ke udara, maka harus
dilakukan penyiraman secara teratur disepanjang jalan angkut,
tempat-tempat pemuatan, penimbunan dan peremukan (crushing). bahkan disetiap
tempat perpindahan (transfer point) dan peremukan
sebaiknya diberi bangunan penutup serta unit pengisap debu
Untuk menghindari timbulnya
getaran (ground vibration) dan lemparan batu (fly rock) yang berlebihan
sebaiknya diterapkan cara-cara peledakan
yang benar, misalnya dengan menggunakan detonator tunda (millisecond delay detonator) dan peledakan geometri
(blasting
geometry) yang tepat.
Lumpur
dari penirisan tambang
tidak boleh langsung
dibuang ke badan air
(sungai,
danau atau laut), tetapi harus
ditampung lebih dahulu di dalam
kolam-kolam pengendapan (settling pond) atau unit
pengolahan limbah (treatment plant)
terutama sekali bila badan air bebas
itu dipakai untuk keperluan domestik
oleh penduduk yang bermukim
disekitarnya
Segera melaksanakan
cara-cara reklamasi/
rehabilitasi/restorasi yang baik terhadap lahan-lahan bekas penambangan. Misalnya dengan
meratakan daerah-daerah penimbunan tanah penutup
atau
bekas
penambangan yang telah ditimbun kembali (back filled areas)
kemudian ditanami vegetasi penutup (ground cover vegetation)
yang nantinya dapat dikembangkan lebih lanjut
menjadi lahan pertanian atau perkebunan. Sedangkan cekungan- cekungan bekas penambangan yang berubah menjadi
genangan-genangan air atau kolam-kolam besar sebaiknya dapat diupayakan agar dapat dikembangkan pula menjadi tempat budi-daya ikan atau tempat rekreasi.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Balkau
F. dan Parsons A. , Emerging Environmental Issues For Mining In
The Pecc Region;United Nations Environment Programme, 1999.
2.
Colling D.J., Environmental Protection Agency-Australia-Pengamanan tailing,
1996.
3. Microsoft Co., Microsoft
Encarta Encyclopedia 99 CD Room,
1999.
4. Mills. C, An Introduction to Acid Rock Drainage; Paper of A seminar on
Acid
rock
Drainage
at
Cordilleran
Roundup
Vancouver,
B.C.
in
February 1995, 1995.
5. Mulligan.D. Environmental Management in the Australian Minerals
and
Energy Industries – Principles and Practices, NNSW Press, 1996.
6. Prodjosumarto, P., Konsep pola Penambangan Berwawasan Lingkugan, dalam prooceeding Temu profesi Tahunan-Pengembangan Sumberdaya Mineral yang Berkelanjutan, Perhapi, 1992.
7. World
Bank, Environmental Assessment Source Book Update- Environmental Assessment of Mining Projects, 1998.
8. US-EPA, Human health and Environment Damages From Mining Area
Mineral
Processing Waste, Office of Solid Waste, 1995.
9. US-EPA/310-R-95-008
EPA
Office
of
Compliance
Sector
Notebook
Project,
Profile of the Metal Mining Industry, 1995.
10. US-EPA, EPA 530-R-94-031, Technical Resource Document Extraction
And Beneficiation Of Ores And Minerals
Volume 4 Copper, 1994.
PUSAT PENGEMBANGAN
DAN PENERAPAN AMDAL BAPEDAL
GEDUNG A LANTAI 6 JLN DI PANJAITAN
KAV 24
JAKARTA –13410-INDONESIA
TELEPON :
62-21-85906168/85904925 FAX : 62-21-85906168
Tidak ada komentar:
Posting Komentar